Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan rupiah terhadap dolar yang terjadi saat ini menjadi momentum bagi para eksportir sejumlah komoditas pertanian dan perikanan untuk mendapatkan untung yang lebih besar.
Ketua Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdullah menyebutkan pelemahan rupiah yang terjadi saat ini menguntungkan para eksportir, karena kandungan lokal pada ekspor kakao sangat tinggi, baik dalam bentuk produk bahan mentah maupun produk setengah jadi.
“Kalau produk olahan kita belum mengekspor. Kita baru mengekspor biji dan produk setengah jadi dalam bentuk lemak, powder, dan pasta, semuanya itu tidak ada kandungan impornya. Artinya mereka untung banyak,” kata Soetanto, Selasa (1/9/2015).
Sementara itu, harga komoditas kakao di pasar internasional terbilang stabil. Soetanto menyebutkan, saat ini harga rata-rata biji kakao berada di atas US$3.000/ton. Sementara harga pada tahun lalu bergerak antara US$2.800/ton – US$3.200 ton.
Kondisi tersebut jauh berbeda dibanding komoditas-komoditas lainnya yang mengalami penurunan harga seperti kopi, karet, kelapa sawit, dan beberapa komoditas lainnya.
Kondisi permintaan dan pasokan kakao di pasar internasional yang relatif tidak banyak berubah menjadi faktor utama kestabilan harga kakao saat ini. Sementara komoditas lainnya, mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat adanya penurunan permintaan akibat kondisi ekonomi global atau disebabkan karena faktor lainnya, seperti kelebihan pasokan.
Sementara itu, Soetanto berharap produksi biji kakao Indonesia pada tahun ini bisa meningkat antara 10% - 15%. Dengan adanya peningkatan produksi tersebut, diharapkan akan ada pertumbuhan nilai ekspor yang sama besar.
“Nilai ekspor dalam bentuk dolarnya tidak berubah banyak, tapi secara rupiah akan lebih tinggi.”
Dalam beberapa tahun terakhir, lanjutnya, total ekspor kakao berada di kisaran volume sekitar 400.000 ton/ tahun. Jika dulu Indonesia lebih banyak mengekspor bahan baku, saat ini kondisinya berbalik dengan komposisi ekspor produk setengah jadi yang lebih besar.
Dalam tiga tahun terakhir, ujar Soetanto, ekspor dalam bentuk biji telah menurun sangat drastis hingga kurang dari 100.000 ton/ tahun. Sisanya, diolah dalam bentuk setengah jadi yang sebagian besar di antaranya digunakan untuk keperluan ekspor.
Perubahan komposisi ekspor kakao Indonesia tersebut, ikut mempengaruhi kinerja ekspor kakao Malaysia yang menjadi negara kompetitor kakao untuk produk setengah jadi.
Alasannya, selama ini ekspor produk kakao Malaysia masih mengandalkan bahan baku impor dari Indonesia. Kondisi saat ini menyebabkan produksi produk setengah jadi di Malaysia tersebut berkurang.