Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Semester I/2015: Produksi Rokok Turun 1,27%

Industri rokok mengalami perlambatan 1,27% pada semester pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Pelaku industri menilai penurunan hingga akhir tahun bisa mencapai 5%.
Buruh mengerjakan proses pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (22/5)./Antara-Yusuf Nugroho
Buruh mengerjakan proses pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (22/5)./Antara-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA – Industri rokok mengalami perlambatan 1,27% pada semester pertama tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Pelaku industri menilai penurunan hingga akhir tahun bisa mencapai 5%.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz mengatakan tahun ini lebih berat dibanding 2014 dengan adanya kenaikan tarif yang cukup besar serta kondisi perekonomian yang berdampak pada penurunan daya beli.

“Tahun lalu produksi turun 2% dibanding 2013. Ini, semester pertama saja turun hampir 2%. Semester ini produksi itu sekitar 173 miliar batang,” ujarnya pada Bisnis.com, Senin (10/8/2015).

Dia mengatakan bahwa tahun ini Bea Cukai menargetkan kapasitas produksi berdasarkan tarif yang ada sebesar 360 miliar batang. Sementara, hasil produksi selama paruh tahun pertama belum mencapai 50%.

“Masih 48,15%. Angka ini didapat dari data pemesanan cukai atau CK-1,” jelasnya.

Menurut Hasan, perolehan pada semester pertama ini terdongkrak oleh pemesanan cukai pada kuartal dua. Pasalnya, sepanjang kuartal pertama 2015, produksi rokok turun hingga 10,49% dibanding tahun sebelumnya, atau dari 115 miliar batang menjadi 103 miliar batang.

Secara keseluruhan, Hasan menilai bahwa penurunan tersebut disebabkan oleh kenaikan tarif untuk produk rokok, yang rata-rata tiap layer mencapai 8,72%. “Tapi rata-rata itu juga tidak bisa menggambarkan harga riil di tiap market share [untuk jenis produk],” katanya.

Dia menjelaskan dari ketiga produk rokok yaitu sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT), kenaikan cukup besar terjadi pada SKM yang pangsa pasarnya paling besar.

“Tarif terbesar di SKM, untuk kelas 2 dan kelas 1. Memang kenaikan harga rokok berdasarkan market share [jenis produk], cukup besar tahun 2015 dibanding 2014,” jelasnya.

Selain itu, kondisi perekonomian yang tak bergairah berdampak pada penurunan daya beli masyarakat terhadap konsumsi rokok. Menurutnya, selama ini industri rokok bisa menjadi tolok ukur pertumbuhan ekonomi dalam negeri. “Biasa rokok paling terakhir kena. Kalau konsumsi rokok terkena dampak, itu artinya ekonomi mengalami penurunan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper