Bisnis.com, JAKARTA - Kualifikasi angkatan kerja yang didominasi lulusan sekolah dasar (SD) dinilai akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Bahkan struktur angkatan kerja Indonesia lebih rendah daripada Malaysia.
Rektor Institute Teknologi dan Sains Bandung (ITSB) Ari Darmawan Pasek mengatakan struktur angkatan kerja Indonesia terdiri dari 7,20 % lulusan perguruan tinggi, 22,40 % lulusan sekolah menengah dan 70,4% adalah lulusan sekolah dasar.
Menurutnya, tantangan utama dalam sustainable development di Indonesia adalah pendidikan. Namun, dengan struktur angkatan kerja yang seperti demikian, maka saat ini sangat menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang merata.
“Kalau struktur angkatan kerja seperti ini, kita hanya akan jadi buruh saja. Sedang semua peluang akan diambil oleh pekerja asing,” katanya dalam diskusi pendidikan, Jumat (19/6/2015).
Ari menjelaskan, buruknya angkatan kerja ini telah dia sampaikan dan dibahas di International Student Energy Summit (ISES) yang diadakan di Bali 10-13 Juni 2015.
Ari menyampaikan Indonesia kalah jauh dengan Malaysia yang mempunyai struktur angkatan kerja lulusan perguruan tinggi sebanyak 20,3%, menengah 56,3% dan sekolah dasar 24,3%.
Bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara Organization for Economic and Co-operation Development (OECD) Indonesia lebih parah lagi. Lulusan perguruan tinggi di OECD sebanyak 40,3%, menengah 39,3% dan dasar 20,4%.
Ari menuturkan, untuk mengatasi struktur angkatan kerja yang rendah ini pemerintah perlu mendirikan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Perguruan tinggi itu diisi dengan program studi yang lulusannya memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan industri nasional maupun internasional.
Misalnya saja, pihaknya bekerja sama dengan Sinarmas Land dalam membuka prodi teknologi kelapa sawit dan pulp dan kertas. Beasiswa juga disediakan untuk prodi kelapa sawit dengan perusahaan tersebut sehingga setelah lulus langsung bisa bekerja dengan ikatan kerja sesuai dengan bidangnya.
Dia menuturkan, dibuka juga prodi pemanfaatan crude palm oil (CPO) dan limbah biomassa untuk biofuel agar bisa diteliti dan dikembangkan. Solusi lain yakni dengan memperbanyak akademi komunitas sebab akademi komunitas bisa memperbanyak lulusan diploma 1 dan 2 yang siap bekerja karena sudah mempunyai keahlian di bidangnya.
“Perguruan tinggi yang sudah ada harus disinergikan dengan akademi komunitas sehingga lulusan sekolah menengah meningkat kompetensinya. Akademi komunitas pun bisa menjadi pengganti lulusan sarjana sebagai pemasok tenaga kerja ber-skill,” terangnya.