Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah meniru sistem eksplorasi minyak dan gas (migas) guna mengembangkan eksplorasi panas bumi (geothermal) untuk pembangkit listrik di Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembangunan pembangkit listrik panas bumi memiliki risiko yang besar dan membutuhkan teknologi tinggi. Sebagai pembangkit renewable energy, rata-rata investasi yang dibutuhkan mencapai US$2 juta per megawatt.
"Memang geothermal membutuhkan teknologi dan risiko besar, pemerintah memutuskan akan melakukan seperti minyak," tuturnya di Indonesia Green Infrastructure Summit, Selasa (9/6/2015).
Dengan mengadopsi sistem eksplorasi migas, lanjut Kalla, pemerintah akan lebih dulu melakukan survei lokasi geothermal yang potensial. Survei tersebut akan dituangkan ke dalam peta yang dapat dimanfaatkan oleh para investor.
"Pemerintah survei lebih dulu, menentukan titik-titik yang menghasilkan, investor dapat memakai data ini, kemudian recover. Sistem yang mendekati minyak," katanya.
Menurut JK, sistem eksplorasi wilayah kerja geothermal akan diterapkan pada 2016.
Saat ini, ada sembilan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang beroperasi, yakni PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak, PLTP Wayang Windu, PLTP Kamojang, PLTP Drajat di Jawa Barat, PLTP Dieng di Jawa Tengah, PLTP Lahendong di Sulawesi Utara, PLTP Ulubelu di Lampung, PLTP Mataloko di NTT.
Adapun tiga pembangkit geothermal baru yang akan dibangun, yaitu PTLP Patuha di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Pangalengan, Jawa Barat; PLTP WKP Cibuni, Pangalengan, Jawa Barat; dan PLTP WKP Ulumbu, NTT. Ketiga pembangkit baru tersebut diproyeksi menghasilkan listrik berkapasitas 62 megawatt.