Bisnis.com, JAKARTA - Serikat Pekerja (SP) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menolak keras liberalisasi tarif listrik dengan penjualan aset perseroan kepada swasta dan asing (privatisasi).
SP PLN menilai akses listrik merupakan salah satu yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar (UUD) 1945 untuk dikuasai dan dikelola oleh negara.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat SP PLN, Riza Fauzi menggarisbawahi pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengatakan bahwa pemerintah akan mengubah PLN menjadi perusahaan jasa (service company).
Perubahan dimaksud yakni dari PLN yang selama ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ketenagalistrikan dari hulu ke hilir, hanya menjadi badan usaha yang mengelola distribusi dan transmisi.
"Bila pemerintah melakukan kebijakan ini, berarti akan melawan Konstitusi UUD 1945," katanya dalam acara Musyawarah Nasional ke-5 SP PLN di Jakarta, Senin (18/5).
Riza menyatakan SP PLN menolak dengan tegas penerapan liberalisasi sektor ketenagalistrikan.
SP PLN juga meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera meninjau kembali kebijakan yang dikeluarkan oleh PLN tersebut dengan tujuan, agar negara bisa menghadirkan tarif listrik yang murah kepada masyarakat.
"Kami menyayangkan putusan MK karena membuat standar ganda dengan alasan ketenagalistrikan bisa diatur pemerintah. Padahal UU Nomor 20 yang dibatalkan MK sebelumnya pemerintah yang mengatur, tetapi tetap saja melanggar dan menjual aset negara. Maka itu kami minta MK segera melakukan judicial review UU itu," tegas Ketua Pembina SP PLN. Ahmad Daryoko