Bisnis.com, JAKARTA - Ketika terancam gulung tikar akibat persaingan tidak sehat, di sektor peternakan, posisi atau peran pemerintah --tentu saja Menteri Pertanian-- sudah jelas.
Ini diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Bagian Keempat Budi Daya.
Pada Pasal 29 Ayat 5, misalnya, dikatakan: Pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar.
Pasal 36 ayat 5: Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi hewan atau ternak dan produk hewan.
Semua, ternyata hanya omong kosong belaka. UU yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 Juni 2009, kini seperti macan kertas. Garang di kertas, tak berdaya dalam realitas.
Masa emas sebagai peternak mandiri —kalau tidak boleh dikatakan ‘peternak rakyat’— secara perlahan tergeser oleh industrialisasi perunggasan, kata Aunur Rofiq, alumni IPB; praktisi bisnis sektor pertambangan dan agribisnis (Bisnis.com, 22 Januari 2015).
Sebagian besar industri peternakan ayam komersial di Indonesia merupakan penanaman modal asing (PMA) yang mendominasi pasar, dengan menguasai sekitar 70%-80% pasar.
Tak heran, jika Ketua Tim Advokasi Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) Jeni Sulistiani berteriak dan mendesak Presiden Jokowi segera membuka mata atas kondisi serius yang dialami peternak unggas rakyat yang rontok lantaran dihisap perusahaan asing.
Jokowi disarankan segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk melindungi keberlangsung budidaya unggas yang dilakukan peternak rakyat.
Kini, nasib peternak itu, sedang berada di ujung tanduk. Sekarat. Ini akibat kelebihan pasokan DOC dan daging broiler ke pasar di Tanah Air. Itu telah menghancurkan mereka. Sepanjang 2014 dan tiga bulan pertama 2015, kerugian yang dialami peternak budi daya dan pembibitan sudah mencapai Rp10 triliun.
"Kami menghadapi tsunami. Selamatkan peternak rakyat Indonesia. Pemerintah harus turun tangan," kata Ketua Umum Perhimpunan Insan perunggasan rakyat indonesia (pinsar) Singgih Januratmoko.
Jutaan kepala keluarga yang selama ini bergantung pada usaha peternakan ayam akan gulung tikar. "Kehilangan lapangan usaha," tuturnya.
"Ada persaingan tidak sehat. Pasar sengaja dibanjiri day old chick [DOC-ayam usai sehari]," ungkap Singgih. Hal itu juga dibenarkan oleh Ketua Dewan Pembina Pinsar, yang juga mantan Ketua Umum Pinsar, Hartono.
"Perunggasan nasional dilanda gelombang kerugian luar biasa. Sejak dua tahun terakhir ini," kata Hartono.
Biang keladi persoalan ini adalah over supply DOC dan live bird (ayam hidup). Dengan sengaja. "Terindikasi, ada persaingan tak seimbang dan tidak berkeadilan," paparnya.
Pada 2013, misalnya, diluncurkan 2,2 miliar DOC broiler, 100% di atas produksi 2003. Impor GGP pada 2013 mencapai 4.216 ekor, pertama kali masuk ke Indonesia. Lalu impor grand parent (GP) 680.000 ekor pada 2013, ini 55% lebih banyak dari 2010.
"Peternak di Sumatra dan Jawa, banyak yang gulung tikar. Anggota saya, di Sumatra, 90% bangkrut. Diambil alih oleh perusahaan besar," katanya.
Dalam program jangka panjang Pinsar ditetapkan Pinsar harus terus mendorong pemerintah dalam mewujudkan keadilan usaha dengan menciptakan keseimbangan sektor budidaya unggas 70% bagi peternak dan 30% perusahaan integrasi.
Nyatanya? "sejauh ini tidak ada upaya nyata dari pemerintah. Terutama untuk melindungi peternak rakyat dari ancaman kehancuran," ujar Hartono.
Para PMA, tentu harus ikut bertanggung jawab. Bagi mereka, mungkin, jika para peternak rakyat gulung tikar dan membuat gelombang penganguran yang masiv di Indonesia, tidak terlalu ambil pusing.
Meskipun, justru itu awal dari kepusingan. Monopoli, yang mungkin akan dijadikan tujuan seperti di Thailand, tidak akan membuahkan hasil. Justru memancing rakyat Indonesia, seperti membangunkan Singa yang sedang tidur. Mereka justru akan terus dirong-rong.
Menurut Indonesian Commercial Newsletter sebagian besar industri peternakan ayam komersial di Indonesia merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) yang mendominasi pasar, dengan menguasai sekitar 70%-80% pasar.
Sejumlah perusahaan asing tersebut di antaranya Charoen Popkhand yang berpusat di Thailand, Cheil Jedang dari Korea, dan lain-lain.
Pelaku di industri perunggasan mengakui potensi ekonomi industri itu. Dari sisi ekonomi, perunggasan menyerap 2,5 juta tenaga kerja langsung dengan total omzet berkisar Rp.120 triliun per tahun.
Lapangan kerja di pedesaan dapat berkembang dengan adanya usaha peternakan unggas sehingga dapat menghambat laju urbanisasi ke kota. Di samping itu, perunggasan juga merupakan faktor penggerak industri terkait lainnya di bidang pertanian, antara lain usaha budidaya jagung, usaha dedak padi dan sebagainya.
Produk unggas berupa daging ayam dan telur merupakan sumber protein yang berkualitas dengan harga terjangkau. Saat ini 65% daging konsumsi daging masyarakat Indonesia berasal dari daging ayam.
Dalam kurun waktu 20 tahun, sejak dimulai 1975 hingga 1995, peternakan ayam ras rakyat sebenarnya sudah berkembang menjadi salah satu industri nasional yang sangat penting, sekali pun hampir seluruh komponen industri dibangun secara padat modal.
Saat itu, telur ayam ras dan daging ayam broiler telah memberikan sumbangan masing-masing 50% dan 60% dari total produksi (Statistik Peternakan, 2002).
Kini, UU Peternakan No 67 --yang menyebutkan bahwa usaha peternakan merupakan usaha rakyat-- sudah diberangus.
Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Rosmijati Sajuti, dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, mengakui pemerintah menyadari kenyataan tersebut (potensi ekonomi), dan kemudian melakukan intervensi secara langsung melalui semua lini industri mulai dari budidaya, industri hilur dan hulu, pemasaran, insentif produsen, sampai dengan kelembagaan koperasi.
Namun, pemerintah dipaksa mundur oleh kekuatan mekanisme pasar yang menggilas usaha-usaha rakyat dan menggantinya dengan usaha-usaha padat modal dan skala besar.
Kebijakan pertanian nasional pada umumnya bertujuan mengembangkan dan memberikan perlindungan kepada usaha rakyat seperti usahatani padi, sapi perah, jagung, perkebunan dan sebagainya.
Namun, sejak 1996, sesaat sebelum krisis ekonomi, industri ayam ras mulai dikuasai oleh peternak skala besar. Usaha rakyat dalam bentuk mandiri dapat dikatakan tidak ada lagi?
Sekretaris Presidium Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Aswin Pulungan meminta pemerintah serius memperhatikan persoalan sektor perunggasan di dalam negeri.
Dia menilai pemerintah cenderung membutakan diri terhadap hancurnya usaha peternak dalam negeri.
Pemerintah, katanya, merupakan institusi yang bekerja untuk kepentingan masyarakat, dalam hal ini membela usaha unggas rakyat. “Namun, yang terjadi malah membiarkan pengedukan devisa dalam negeri ke luar negeri,” katanya.
"Pemerintah saat ini harus turun tangan. Jangan pikir pertanian itu hanya beras…" ujar Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) FX Sudirman.
Sejauh ini, memang belum terlihat langkah kongkrit dari pemerintah. Mengurangi impor DOC, hanyalah solusi sesaat. Di tengah persoalan yang sudah berat seperti saat ini, pemerintah harus berani menekan perusahaan besar terlebih PMA untuk tidak berup[aya untuk menekan peternakan rakyat.
Head to Head antara perusahan besar apalagi PMA melawan peternakan rakyat sulit diterima akal sehat. Peternak rakyat bukan lawan sepadan dalam pertarungan terbuka di industri perunggasan nasional. Namun, peternakan rakyat penyelamat ekonomi rakyat.
Ingatlah: dua poin dari sembilan Nawa Cita Presiden Joko 'Jokowi' Widodo adalah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Lalu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik.
BACA JUGA
- PASOK DOC BERLEBIH, Jabar Sulit Kendalikan Breeding Farm
- BISNIS PERUNGGASAN 2015: Diperkirakan Ada Kelebihan DOC 17 Juta Ekor/Minggu
- AYAM RAS PEDAGING : Peternak Keluhkan Harga Dibawah HPP
- Monopoli Merebak, Pemerintah Tak Punya Data Akurat Bibit Ayam
- Harga Ayam Terbang, Peternak Unggas Tuding PMA
- Pudarnya Peternak Rakyat
- Pembibitan Ayam Masih Dikuasai PMA
- PPUI: Segera Perbaiki Industri Perunggasan Nasional ...