Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembangan Bioteknologi, Industri Jalan Sendiri?

Pasar farmasi dunia diproyeksi menembus US$1,2 triliun pada 2016, yang mana produk bioteknologi berkontribusi senilai US$200 miliar.
Sudah tertinggal 10 tahun dari Malaysia dan Thailand. /Bisnis.com
Sudah tertinggal 10 tahun dari Malaysia dan Thailand. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pasar farmasi dunia diproyeksi menembus US$1,2 triliun pada 2016, yang mana produk bioteknologi berkontribusi senilai US$200 miliar.

Data IMS Health mengenai outlook pasar parmasi 2016 tersebut, menunjukkan pertumbuhan pasar produk biologi tidak kurang 6% per tahunnya sejak 2011. Negara pemain besar di Asia seperti China, India, Jepang dan Korea sudah menyusul kesiapan negara barat dalam mengembangkan produk biologi.

Semakin meningkatnya pusat riset dunia, diiringi dengan permintaan konsumen akan produk yang mempunyai daya reaksi yang cepat, membuat pengembangan produk yang mengandalkan protein ini menjadi salah satu fokus dalam indsutri farmasi dunia saat ini.

Direktur Utama PT Phapros Tbk Iswanto Notohusodo sumringah saat membahas prospek produk bioteknologi untuk industri farmasi nasional. Menurutnya, kehadiran bioteknologi dari manufaktur nasional akan terasa eksistensinya pada lima tahun mendatang.

Manufaktur farmasi nasional yang mendominasi industri sebesar 73,2% dengan kinerja senilai Rp41,06 triliun pada Januari – September 2014. Sementera itu, tahun lalu data International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) menunjukkan pasar farmasi nasional mencapai Rp56 triliun dan diproyeksi bertumbuh menjadi Rp65 triliun pada tahun ini.

“Industri nasional saat ini sedang bergegas mempersiapkan produk bioteknologi, sudah ada beberapa perusahaan yang mulai mengembangkannya. Penting bagi kita untuk mengarah kesana, karena produk ini lebih aman karena berbasis protein dengan pendekatan genom,” katanya.

Sebut saja PT Kalbe Farma, PT Dexa Medica, PT Bio Farma dan jajaran perusahaan lain yang sudah mempersiapkan diri dalam mengembangkan produk bioteknologi. Bagi PT Phapros sendiri, menurutnya, saat ini sedang melakukan kajian mengenai produk yang akan diluncurkan dengan basis biologi.

Iswanto mengatakan menghadirkan produk bioteknologi bukanlah perkara mudah, pusat riset berteknologi tinggi yang memakan biaya tinggi harus dihadirkan. Saat ini, diakui produk bioteknologi lebih mahal dengan produk farmasi lainnya.

Layaknya seperti produk farmasi lain yang memiliki varian generik, bioteknologi juga demikian. Produk biosimilar adalah obat-obatan biologi yang dibuat mengikuti produk penemuan asli sudah habis masa patennya, sehingga memiliki harga yang lebih murah.

“Insentif pemerintah diperlukan untuk mengundang pusat riset dunia mau datang di Indonesia. Kalau katanya kita punya bahan alami, serta biota laut yang berlimpah kenapa tidak dimanfaatkan,” ujarnya.

Prospek bioteknologi tidak hanya pada bidang kesehatan, tetapi juga disiapkan untuk bidang pertanian, pangan, lingkungan dan industri lainnya. Pelaku, investor dan inovator produk bioteknologi diproyeksi mendominasi pasar farmasi atau kesehatan masa mendatang. Walaupun implementasi perusahaan menuju capaian tersebut memerlukan waktu yang panjang

Jelas bahwa industri tidak bisa mengembangkan bioteknologi tanpa teman, kerja sama dengan perusahaan farmasi lain maupun uluran tangan dari pemerintah penting untuk dhadirkan. Regulasi, sebagai mandatori pemerintah wajib diterbitkan agar pengembangan produk ini tidak tersandera berbagai sangkaan, misalnya sebagai produk halal.

Sebagai salah satu pemain industri farmasi kelas atas, PT Dexa Medica sudah bersiap mengambil porsi pengembangan tersebut. Setiap tahunnya, pertumbuhan anggaran riset untuk mengembangkan produk baru sebesar 25%. Tahun ini, anggaran riset Dexa Medica diproyeksi menembus Rp150 miliar dan akan terus menyesuaikan kebutuhan perusahaan untuk mendapatkan produk terbaru.

Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) PT Dexa Medica Raymond R. Tjandrawinata mengatakan potensi pasar biokteknologi dan obat berbahan alami mengalahkan obat kimia modern.

“Ke depan, produk herbal dan bioteknologi menjadi unggulan dan diharapkan mampu berkontribusi banyak untuk penjualan perusahaan. Hanya saja, hingga saat ini pengembangan produk bioteknologi nasional belum signifikan sehingga konsumsi obat modern masih membumbung tinggi,” ujarnya.

Ada empat produk bioteknologi yang sedang diteliti oleh Dexa Medica seperti obat trombosis, anti diabetes, sistem imun, obat untuk fungsi hati. Metode pendekatan bioteknologi yang dimiliki Dexa Medica a.l fase fermentasi, isolasi, dan rekombinan DNA.

Sebagai salah satu pemain besar, industri farmasi nasional, perusahaan yang berbasis di Palembang juga menjalin kerja sama dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Belum lama ini, kedua belah pihak menyepakati kerja sama pertukaran peneliti dan fasilitas laboratorium untuk mengembangkan produk bioteknologi.

“Kami harus mengakui fasilitas laboratorium kami terbatas, sementara peneliti yang dimiliki pemerintah juga dapat mengembangkan diri dengan kami. Upaya ini dilakukan agar penghilian dalam industri farmasi nasional dapat terlaksana,” ujarnya.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan sinergi antara akademisi, industri dan pemerintah harus digalakkan untuk mendorong sebuah pencapaian penelitian. Menurutnya, peneliti nasional kurang bergairah karena minimnya insentif pemerintah baik dalam infenstif fiskal maupun royalti.

“Saya akan memohon Menteri Keuangan untuk memberikan insentif pajak penelitian, mengenai besarannya kita lihat nanti,” katanya.

Sayangnya pemerintah belum pihaknya belum menjelaskan lebih mendetail terkait pengembangan bioteknologi farmasi nasional. Insentif apa saja yang akan diberikan, belum juga dipaparkan kepada masyarakat.

Direktur Eksekutif IPMG Parulian Simanjuntak mengatakan jalan panjang dalam pengembangan bioteknologi harus diawali dnegna political will pemerintah. Hadirnya komitmen pemerintah akan mempermudah langkah tenaga ahli baik yang berasal dari akademisi maupun industi untuk bergerak.

“Yang jelas hari ini kita sudah tertinggal 10 tahun dari Malaysia dan Thailand,” ungkapnya.

Parulian menjelaskan, sebelum strategi dasar untuk mengembangkan bioteknologi baik jangka menengah dan panjang diwujudkan, industri farmasi nasional tetap tertinggal. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper