Bisnis.com, BANDUNG—Asosiasi Petani Kakao Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah segera menggulirkan program penyelamatan agribisnis kakao guna menghadapi keterancaman defisit komoditas itu di dunia.
Penasihat APKAI Jabar Iyus Supriatna mengatakan permintaan kakao terancam defisit mengingat penghasil kakao terbesar di dunia yakni Pantai Gading dan Ghana mengalami anomali cuaca sehingga produksi di kedua kawasan itu terganggu.
Dia mengatakan kondisi tersebut harus dimanfaatkan maksimal oleh Indonesia untuk memenuhi sebagian besar permintaan kakao di dunia.
“Pemulihan produksi kakao di Pantai Gading dan Ghana memerlukan waktu sekitar dua tahun. Hal ini menjadi peluang Indonesia untuk menggeser peringkat mereka sebagai penghasil kakao terbesar,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (8/12/2014).
Iyus menjelaskan untuk menggenjot permintaan dalam jangka waktu pendek pemerintah bisa melakukan sistem sambung samping pada pohon kakao.
Menurutnya, dengan sistem sambung samping produksi kakao akan tetap berjalan serta lebih berkualitas.
“Asal bibit yang digunakannya harus berstandar SNI, serta waktu produksinya tidak akan memakan waktu yang lama,” ujarnya.
Adapun, untuk jangka panjang pemerintah harus mengganti pohon kakao tua dengan yang baru serta mengembangkan perkebunan kakao.
Dia beralasan di wilayah Jabar bagian selatan saja, optimalisasi perkebunan kakao masih diperlukan mengingat luas lahan yang masih besar.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, pada 2013 total produksi buah kakao Indonesia 770.000 ton dari 1,8 juta hektare lahan kakao, atau ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.