Bisnis.com, JAKARTA – World Bank kembali memangkas estimasinya atas pertumbuhan Indonesia tahun ini menjadi 5,1% dari yang ditetapkan Juli lalu yaitu 5,2%, merujuk pada data investasi dan ekspor sepanjang tahun ini yang menunjukkan perlemahan signifikan.
Ekonom Utama World Bank untuk Indonesia Ndiame Diop menyampaikan selain perlemahan investasi dan ekspor, pemerintah baru Indonesia masih harus mewaspadai perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh pengetatan pinjaman dan penurunan harga komoditas ekspor.
“Coba kita zoom out dalam beberapa tahun terakhir. Ekspor meningkat mendekati 14% (year-on-year) pada 2011 lalu, namun tahun ini terkontraksi hampir 2%. Sedangkan di saat yang sama investasi meningkat di atas 8%, sedangkan sepanjang tahun ini hanya naik 4%,” jelas Ndiame di Jakarta, Senin (8/12).
Padahal, Ndiame menuturkan, ekspor merupakan faktor penting untuk mencegah pertumbuhan Indonesia kembali melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia tumbuh 5,01% pada kuartal III setelah tumbuh 5,21% dan 5,12% pada kuartal pertama dan kedua 2014.
Menyiasati penurunan ekspor, ia merekomendasikan Indonesia menggenjot sektor-sektor lain yang potensial untuk ekspor yaitu sektor manufaktur dan pariwisata.
Seperti diketahui, penurunan harga minyak secara langsung juga menurunkan harga komoditas dunia. Ndiame mencatat setidaknya beberapa komoditas merupakan andalan ekspor Indonesia seperti palm oil (CPO), batubara, dan karet, telah jatuh pada rentang double digit.
“Sepanjang 2015, harga minyak dunia hampir dipastikan belum akan pulih. Jika harga komoditas kembali turun, tentu kontibusinya ke total ekspor Indonesia tidak akan naik. Penting dipahami bahwa dampak penurunan harga komoditas juga berdampak ke situasi fiskal,” kata Ndiame.
Kendati demikian, Ndiame menuturkan bahwa pertumbuhan Indonesia tahun depan dapat bergerak naik jika pemerintah dapat menarik banyak investasi.
Sayangnya, lanjut Ndiame, indikator investasi yaitu impor barang modal (capital goods) dan kredit bank pun menunjukkan tren penurunan. Bank Dunia mencatat impor barang modal turun 7,1% pada periode Januari-Oktober.