Bisnis.com, BOGOR – Kementerian Pekerjaan Umum akan mengurangi program bantuan bagi wilayah yang belum menyelesaikan Rencana Tata Ruang dan Wilayahnya.
Basoeki Hadimoeljono, Direktur Jenderal Penataan Ruang menyatakan pihaknya berkirim surat kepada direktorat dilingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk memberikan sanksi bagi daerah yang masih belum menyelesaikan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
“Kita sudah mempercepat [proses persetujuan tata ruang ] sepanjang 2014, namun progresnya [dari daerah] lambat sekali untuk itu kita akan terapkan punishment,” jelas Basoeki di Bogor, Selasa (30/9).
Menurut Basoeki sanksi ini akan diterapkan pada tahun anggaran 2015 karena saat seluruh direktorat sedang menyusun rencana kerja dan anggara kementerian lembaga (RKA KL). Sebenarnya provinsi sudah harus menyelesaikan RTRW Provinsi semenjak 2009. Yakni dua tahun sejak diterbitkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Namun Basoeki tidak memberikan detail wilayah mana saja yang belum menyelesaikan tata ruangnya.
Sementara bagi daerah yang sudah menyelesaikan RTRW, Basoeki mengingatkan agar daerah tersebut membuat rencana detail tata ruang (RDTR) serta zonasi kawasan. Peta ini harus diselesaikan dua tahun setelah Sehingga dengan rencana ini pemanfaatan ruang memiliki aspek kepastian karena sudah terdokumentasi sebagai peraturan. RDTR ini juga menjadi patokan keluarnya izin mendirikan bangunan (IMB).
“Saat ini yang memiliki detail tata ruang baru DKI, kendalanya peta belum siap dari BIG,” jelasnya. Badan Informasi Geospasila (BIG) merupakan badan pemerintah di bidang survei dan pemetaan.
Djoko Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum mengingatkan RTRW saja tanpa RDTR berkurang kekuatannya. Ini dikarenakan peta RTRW menggunakan skala wilayah yang besar sementara RDTR akan menyentuh detail wilayah sehingga pemanfaatan ruang akan lebih maksimal seperti ketentuan.
RUANG HIJAU
Selain tata ruang, Basoeki menyatakan ruang terbuka hijau seperti yang diamanatkan dalam undang-undang yang sama memiliki tantangan yang tidak mudah. Tantangan ruang hijau ini terdiri dari urbanisasi, perubahan iklim dan krisis air.
Menurut Basoeki, urbanisasi bukan hanya persoalan perpindahan penduduk dari desa kekota, akan tapi juga berubahnya wajah desa menjadi kota. Selain itu pertumbuhan penduduk juga menjadi masalah yang mengancam ruang terbuka hijau.
Basoeki menjelaskan, perubahan iklim yang terjadi seperti kekeringan, banjir hingga pemanasan ruang membuat kebutuhan ruang hijau sangat mendesak.Menurutnya saat ini ketersedian air baru 56 meter kubuk/detik, padahal kebutuhan mencapai 109 meter kubik/detik. Walau begitu pemerintah mencatat terdapat potensi air bersih sebesar 16.000 meter kubik pertahun.
"Artinya ketersediaan air jauh dari kebutuhan karena persoalan distribusi," jelas Basoeki.
Basoeki mencatat saat ini secara rata-rata ruang hijau yang tersedia di Kabupaten baru 12% masih jauh dari amanat undang-undang sebesar 20%, sedangkan untuk perkotaan baru 9%. “Bahkan surabaya yang banyak taman, ruang terbukanya baru 14%,” jelasnya