Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produktivitas Kakao di Jabar Kian Rendah

Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jawa Barat menyatakan tingkat produktivitas kakao di kawasan itu jauh lebih rendah dari nasional. Kondisi ini memicu pendapatan petani terus merugi.

Bisnis.com, BANDUNG — Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jawa Barat menyatakan tingkat produktivitas kakao di kawasan itu jauh lebih rendah dari nasional. Kondisi ini memicu pendapatan petani terus merugi.

Tingkat produktivitas kakao di Jabar hanya mencapai 498 kg per hektare per tahun, sementara rata-rata produktivitas nasional mencapai 864 kg per ha per tahun.

Ketua Gapperindo Jawa Barat Mulyadi Sukandar mengatakan produksi kakao rakyat tidak berjalan optimal akibat mayoritas kondisi tanaman sudah tua.

"Kalau ingin produktivitas kakaonya tinggi, peremajaan harus dilakukan dengan sistem samping sambung," ujarnya kepada Bisnis, Senin (22/9).

Bahkan dalam dua tahun ke depan, lanjutnya, produksi kakao Indonesia akan berkurang hingga 2 juta ton. Pihaknya meminta pemerintah untuk segera memperbaiki produktivitas kakao.

"Jika tidak segera diperbaiki, industri di sektor hilir akan semakin kelimpungan. Hal ini akan membuat kita makin ketergantungan untuk terus melakukan impor," ujarnya.

Di samping itu, dia  membenarkan maraknya petani kakao di Indonesia memilih untuk mengekspor biji kakao meskipun dengan kualitas rendah.

Gapperindo mencatat 2013 lalu, Indonesia mengekspor biji kakao mencapai 188.000 ton dari total produksi mencapai 620.000 ton.

"Padahal industri pengolahan kakao di dalam negeri sedang berkembang cukup pesat," ungkap Mulyadi.

Dia membeberkan salah satu alasan dari banyaknya petani memilih untuk mengekspor biji kakao karena harga ekspor jauh lebih tinggi bila dibandingkan menjual ke pabrik industri pengolahan kakao dalam negeri.

“Saat ini saja harga ekspor lebih tinggi dari pada menjual ke pabrik. Jika impor masuk harga bisa semakin jatuh,” tegas Mulyadi.

Untuk mengantisipasi hal ini cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah dengan membuat aturan mewajibkan petani agar ekspor minimal dalam bentuk kakao berfermentasi.

Di sisi yang lain, industri pengolahan di dalam negeri harus mampu membeli biji kakao petani dengan harga yang kompetitif.

Meski hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Pertanian Nomor 67 Tahun 2014, Mulyadi menganggap implementasi permen tersebut baru berlaku pada Mei 2016 dinilai terlalu lama.

"Kalau memang kita butuhnya fermentasi, ya mulai sekarang lakukan fermentasi. Jangan boleh lagi jual mentah. Saya rasa di dunia ini hanya Indonesia yang jual biji kakao nonfermentasi," tambahnya.

Dia mencontohkan pemerintah Papua Nugini yang telah sukses melarang petani kakao mengekspor kakao dalam bentuk mentah.

"Sekarang petani di Papua Nugini wajib memfermentasi biji kakao dahulu sebelum diekspor. Jika tidak petani harus menjual ke industri pengolahan agar mempunyai nilai yang lebih tinggi," tegas Mulyadi.

Penasihat Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Jawa Barat Iyus Supriatna mengatakan produksi kakao di Jabar selama ini hanya menyasar pasar domestik.

Dia mengatakan selama ini petani kakao di Jabar masih menerapkan pola tradisional dalam melakukan perawatan terhadap tanaman sehingga produksi belum optimal.

“Petani di Jabar selama ini memang kekurangan akses penerapan teknologi dari pemerintah, sehingga mereka memproduksi kakao seadanya,” ujarnya.

Dia menjelaskan pemerintah harus turun langsung ke lapangan memberikan penyuluhan serta transfer penerapan teknologi kepada petani agar produksi kakao bisa diekspor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper