Bisnis.com, MAKASSAR -- Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan menargetkan produksi kakao di wilayah ini kembali mencapai 320.000 ton pada 2018.
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan, jumlah tersebut pernah dicapai pada beberapa tahun lalu.
Namun, sejak 2009 produksi kakao Sulsel mulai menurun seiring usia tanamannya yang rerata sudah di atas 12 tahun.
"Oleh sebab itu, pada 2009 lalu pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao, melalui rehabilitasi tanaman dan intensifikasi dengan sambung pucuk atau sambung samping dalam rangka peremajaan tanaman," kata Syahrul di sela-sela Hari Kakao Nasional 2014 bertajuk Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku yang dipusatkan di Makassar, Minggu (14/9).
Namun menurutnya, meski Gernas Kakao sudah dilakukan khususnya di Sulsel sejak 2009, tetapi produksi kakao yang dihasilkan hingga kini masih tetap turun bahkan stagnan di sekitar angka 150.000 ton setiap tahun.
Padahal katanya, produksi kakao Indonesia adalah yang ketiga terbesar di dunia setelah Ghana dan Pantai Gading.
Dari total produksi nasional yang rerata mencapai 450.000 ton per tahun, dia menyebutkan bahwa 70% di antaranya merupakan kontribusi dari Sulawesi dan dari total kontribusi Sulawesi, sekitar 62% adalah kakao dari Sulsel.
Syahrul menyebutkan, untuk menggenjot produksi kakao Sulsel hingga kembali mencapai angka 320.000 ton pada empat tahun mendatang.
Sejak 15 tahun lalu Pemprov Sulsel sudah menanam hampir 19 juta pohon kakao yang disebar kepada para petani, dengan luas lahan yang kini ditanami komoditas yang menjadi sumber devisa nomor 2 setelah nikel ini mencapai 250.670 hektare pada 16 kabupaten di wilayah ini.
"Saat ini kami juga menempatkan kakao sebagai komoditas unggulan, dengan menanam 5 juta pohon dalam setahun untuk disebar kepada para petani. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan produksi kakao Sulsel," ujarnya.
Melalui perayaan Hari Kakao Nasional 2014 yang dipusatkan di Makassar lanjut Syahrul, dia berharap bisa menjadi pemicu kinerja guna memerbaiki industri hulu dan hilir untuk menghadapi pasar dunia pada 2015 nanti.
"Untuk itu saya juga meminta dukungan kementerian terkait, agar ke depan Indonesia menjadi produsen kakao terbesar di dunia," ucapnya.
Syahrul bahkan menitipkan Gernas Kakao kepada pemerintah yang baru nanti, untuk dilanjutkan karena dia mengklaim Gernas Kakao cukup menjadi jaminan, terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Wakil Menteri Perindustrian Alex S.W Retraubun mengatakan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, diperkirakan jumlah pabrik pengolahan kakao akan terus bertumbuh.
"Pada 2011, pabrik pengolahan kakao yang ada baru berjumlah 16 dengan kapasitas terpasang sebanyak 580.000 ton. Di 2015 nanti jumlah itu diperkirakan tumbuh menjadi 20 pabrik pengolahan dengan kapasitas terpasang menjadi sebesar 950.000 ton," kata Alex.
Sedangkan untuk kapasitas produksi juga diharapkan meningkat menjadi 700.000 ton pada 2015 nanti, dari hanya 268.000 ton yang dihasilkan pada 2011 lalu.
Namun menurutnya, berkembangnya hilirisasi juga perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi kakao di dalam negeri.
Dia mengakui, saat ini konsumsi kakao di Indonesia masih rendah, yaitu hanya 0,25 kg per kapita per tahun, masih sangat jauh bila dibandingkan dengan konsumsi orang Amerika atau Eropa yang rerata sudah mencapai 8 kg per kapita per tahun.
Dia menyebutkan, saat ini memang masih banyak persoalan yang dihadapi oleh pelaku usaha sebagai ujung tombak pembangunan industri yang selama ini banyak terkait dengan sektor-sektor lainnya.
Di antara persoalan itu adalah penyediaan lahan untuk kawasan industri, penyediaan infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan dan batubara, penyediaan bahan baku berupa gas dan sumber daya alam lainnya, akses permodalan serta berbagai mekanisme birokrasi seperti ketentuan perizinan, ekspor impor dan ketentuan lainnya.
"Untuk itu kita perlu menyamakan persepsi dan saling bersinergi, baik antar sesama instansi pemerintah maupun antara pemerintah dengan pelaku usaha dan instansi terkait lainnya," ucapnya.
Di samping itu lanjutnya, melalui pencanangan Hari Kakao Indonesia merupakan upaya dalam mengawali kerja besar untuk pembangunan sektor industri kakao dan cokelat ke depan, sehingga semakin berkembang dan mampu bersaing di pasar global.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan mengungkapkan dari total 1,9 juta hektare lahan kakao yang ada di Indonesia, sekitar 94% milik petani rakyat.
"Dengan banyaknya kontribusi produksi kakao Sulsel terhadap nasional, otomatis industri hilir juga banyak di wilayah ini," kata Rusman.
Dia menambahkan, pada 2013 terminologi mengenai Gernas Kakao memang sudah selesai.
Tetapi pada 2014 ini tetap dilakukan, namun dengan istilah Pengembangan Kakao dengan total anggaran yang disiapkan tahun ini mencapai Rp128 miliar.