Bisnis.com, JAKARTA-- Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan beberapa strategi untuk meningkatkan daya saing komoditas mutiara dalam negeri yang dinilai masih belum bisa bersaing di pasar internasional.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P. Hutagalung memaparkan dari total produksi rata-rata mutiara dalam negeri yang mencapai 4 ton per tahun, 60% didalamnya masih berkualitas rendah (low grade).
"Padahal 48% mutiara dunia dari Indonesia. Sisi kualitas ini masih perlu ditingkatkan," katanya di Jakarta Convention Center, Kamis (28/8/2014)
Saut menjelaskan peningkatan bibit kerang (bread stock) yang berkualitas bagus dapat menciptakan mutiara dengan kualitas yang bagus pula. Selain itu, dia mengatakan perlu memaksimalkan zonasi budidaya mutiara melalui UU Pesisir dan peran serta pemda.
"Karena bisnis mutiara ini lingkungannya harus sangat bersih, ngga boleh tercampur dengan industri lain seperti hutan, tambang dan lainnya," tuturnya.
Dia mencontohkan Tiongkok, Australia dan Jepang yang memiliki bibit mutiara unggul karena berada di area fresh water, yang lingkungannya bebas dari industri.
Strategi lainnya, Saut menambahkan, adalah pemasaran mutiara yang terus mengacu pada Standarisasi Nasional (SNI).
Saat ini hanya mutiara bergrade A,B dan C, yang boleh diperdagangkan di pasar, sedangkan grade D dan E yang termasuk kategori buruk tidak diperkenankan.
"Miris kalau kita lihat di Lombok sebagai sentra pasar mutiara didominasi oleh mutiara Tiongkok hingga 8 ton, atau mutiara Australia yang bawanya pakai kontainer, memang kualitas mereka sangat bagus, bulat dan tidak ada titik-titik," tambahnya.
Dia juga mengatakan akan terus menjajaki kerjasama transfer technology dari negara Jepang, misalnya yang memiliki kualitas pengolahan mutiara lebih baik daripada Indonesia.
Menurut Saut, pendekatan bisnis mutiara perlu dibedakan dari pendekatan bisnis hasil kelautan dan perikanan lain mengingat mutiara merupakan lifestyle.
Hal tersebut dikarenakan pengolahan (finishing) mutiara Indonesia sangat menentukan nilai jual mutiara. Satu butir mutiara ber grade A bisa dihargai hingga US$ 50 ribu (Rp 584 juta).
Ketua Asosiasi Pembudidaya Mutiara Indonesia Antonius mengatakan strategi tersebut dinilai dapat meningkatkan kualitas produksi mutiara, sekaligus menaikkan produksinya.
"Cara-cara itu kita harapkan bisa meningkatkan kualitas. Selain itu kuantitas bisa digenjot karena Indonesia baru mencetak 4 ton setahun, Tiongkok bisa 20 ton, sementara Australia meskipun hanya 3 ton namun kualitasnya bagus,"katanya saat dihubungi Bisnis, Kamis (28/8/2014)
KKP mencatat Indonesia menempati urutan kesembilan dunia atau 2,07% dari total nilai ekspor mutiara dunia senilai US$ 1,4 miliar (Rp 16,35 triliun) pada tahun lalu.