Bisnis.com, BANDUNG -- Tradisi mudik hanya ada di Indonesia. Bagi masyarakat muslim pada umumnya, mudik mungkin bukan sekadar pulang kampung dengan membawa oleh-oleh dan uang lembaran baru.
Akan tetapi, mudik bisa dikatakan perjalanan untuk menemukan kembali jati diri seseorang di tanah kelahiran, dengan melakukan sowan kepada orang tua, sanak saudara, dan kerabat sekampung.
Ritual ini seolah-olah menjadi kewajiban meskipun akan menghabiskan uang banyak, menempuh perjalanan jauh dan terjebak kemacetan selama berjam-berjam, serta antrean panjang di pelabuhan dan stasiun kereta api yang semuanya menimbulkan rasa lelah dan menguras tenaga.
Apa pun tantangan dan risikonya, mudik ternyata telah membawa budaya dan spirit baru bagi masyarakat yang luar biasa dampaknya.
Untuk melihat lebih dekat tentang ritual mudik ini, tim Bisnis melakukan pemantauan arus mudik di jalur selatan Jawa Barat pada H-3 Lebaran, Jumat (25/7) yang diperkirakan sebagai puncak arus mudik tahun 2014.
Jalur ini menjadi pilihan utama pemudik pada tahun ini, karena jalur Pantura Pemalang, terjadi hambatan dengan terputusnya jembatan Comal, sehingga pemudik lebih banyak memilih jalur selatan dan jalur tengah Jabar.
Khusus jalur selatan, kemacetan mulai terpantau selepas umat Muslim melaksanakan ibadah shalat Jumat atau lebih dikenal dengan jumatan.
Pihak kepolisian sendiri sudah menyiapkan sejumlah jalur alternatif untuk kendaraan yang akan menuju wilayah Jawa Tengah via Tasikmalaya dan Ciamis.
Dari data yang didapat tim bisnis dari Polda Jabar, beberapa jalur alternatif bagi pemudik yang berasal dari Bandung atau Jakarta menuju Jateng bisa melewati Rajapolah-Sindangkasih.
Pilihan lainnya adalah melalui Rajapolah,Tasikmalaya-Bojongjengkol-Simpang Tiga Sukamulya.
Kepolisian sendiri sudah menempatkan beberapa personel kepolisian untuk mengarahkan pemudik ke jalur tersebut. Sikap kehati-hatian dan tidak terburu-buru diperlukan dari para pemudik.
Rute alternatif tersebut diarahkan untuk menghindari kerusakan jembatan Cibaruyan, Dusun Cianda, Desa Sukahaji, Kecamatan Cihaurbeuti, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Polda Jabar memperkirakan pada Sabtu (26/7/2014) siang, jembatan tersebut sudah bisa dilalui.
Dirlantas Polda Jabar Kombes Pol Djoko Rudi mengatakan pihaknya mendapat kepastian setelah Dinas Bina Marga mengebut perbaikan, karena bagian jembatan yang ambrol itu hanya sekitar 1 meter.
Saat ini, jalur tersebut ditutup untuk kendaraan umum. Meski Sabtu sudah bisa dilalui, kendaraan bertonase besar di atas 10 ton belum bisa melintas di sana, karena beban kendaraan dikhawatirkan menggoncang kembali fondasi.
Dari sisi kenyamanan, kondisi medan di jalur selatan ini sejak dulu terkenal daerah rawan karena banyak tanjakan dan turunan curam, serta kawasan perbukitan dan jurang.
Akan tetapi, laporan yang diperoleh tim Bisnis dari pos Kepolisian di Nagreg, hingga H-3 Lebaran tidak ada catatan kasus kecelakaan lalu lintas di sepanjang jalur tersebut.
Kapolres Bandung AKBP Jamaludin memastikan angka kecelakaan lalu lintas di Jalur Nagreg masih nihil terutama yang menelan korban jiwa.
Data volume kendaraan pada H-4 sore, yang melintasi Jalur Nagreg meningkat signifikan menjadi 60.000 unit sehari dari hari biasa 20.000 unit. Akan tetapi arus lalu lintas masih terpantau normal.
Hal itu cukup menggembirakan, upaya pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur di jalur rawan tersebut sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Tengok saja, dengan hadirnya jalur lingkar Nagreg, Cijapati dan jalur lingkar gentong, Tasikmalaya cukup membantu mengurangi risiko di jalan raya bagi pemudik. Hal ini karena aspek kenyamanan medan perlintasan tergolong membaik.
Meski demikian, kemacetan tidak bisa dihindari akibat tingginya volume kendaraan dan terjadi penyempitan dari dua jalur menjadi satu jalur setelah melalui jalur Gentong.
Di jalur ini, Pemudik dengan sepeda motor mendominasi. Rata-rata sepeda motor tersebut adalah pelat B.
Sonny, pemudik dari Poncol, Jakarta Pusat mengaku sudah tancap gas dengan motor matiknya dari Jakarta sejak beres sahur sekitar pukul 4 dini hari.
Dengan tujuan ke Cilacap, sendirian dia melewati jalur Cianjur, Padalarang, Cimahi. "Saya nyampe Cileunyi tadi sekitar jam 11-an, dibawa santai aja," katanya ditemui di Tanjakan Gentong, Tasikmalaya, Jumat (25/7).
Sonny mengaku sejak dari Jakarta sampai Nagreg sudah berhenti hampir 5 kali, karena terlalu lelah.
"Kalau pantat belum panas, saya enggak akan berhenti," kata lelaki usia 40 tahun ini.
Pegawai swasta ini baru menancap gasnya usai melewati Nagreg. Menurutnya kepadatan jalur Nagreng-Limbangan sejak siang tadi membuat berkendara lebih cepat lelah jika tidak menaikan kecepatan.
"Tapi sampai gentong udah pegel lagi nih, ngopi dulu mata udah berat," katanya.
Untuk menjaga kebugaran, Sony mengaku lebih memilih istirahat ketimbang memaksakan diri. Menurutnya jalur selatan tahun ini tidak begitu padat pada siang hari. "Saya targetin sampai ke Cilacap abis tarawih, mudah-mudahan kekejar," katanya.
Dia menyarankan para pemudik yang memakai motor mempersiapkan fisik optimal. Selain perlengkapan yang memadai, dia juga mengaku tidak membawa barang bawaan terlalu banyak.
"Oleh-oleh, baju sudah saya kirim via paket dua minggu lalu, jadi enggak terlalu berat," katanya.