Bisnis.com, JAKARTA— Ketua DPP Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi menyesalkan pihaknya tidak dilibatkan dalam pembicaraan masalah Terkait LCGC sejak awal.
Padahal, di tataran bawah, Hiswana Migas akan langsung menanggung dampak dari kebijakan yang sedang digodok itu.
“Sebaiknya Hiswana Migas diajak bicara sejak awal. Jangan pada taraf implementasi, pengusaha diberikan tugas yang bukan tugasnya pengusaha,” ujarnya.
Eri khawatir jika beban biaya penggantian nozzle akan dibebankan pada pengelola SPBU Pertamina. Hal tersebut dinilai akan semakin memberatkan anggota Hiswana, yang sudah terbebani dengan berbagai macam regulasi.
“Hiswana gak mau ada tambahan investasi. Jadi nozzle harus diganti ada kewajiban, jangan dibebankan pada pengelola SPBU karena kondisinya sulit,” katanya.
Saat ditanya terkait kesiapan melakukan penggantian nozzle dalam jangka waktu 3 sampai 6 bulan kedepan, Eri enggan menjawab secara pasti.
Padahal waktu tersebut telah disepakati oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian , Gaikindo, juga Pertamina.
“Belum tahu, belum bisa kasih jawaban,” ujarnya singkat.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah bersama Gaikindo dan Pertamina akan mempersiapkan KBH2 sebagai kendaraan yang sesuai ketetapan awal yakni tidak mengonsumsi BBM bersubsidi.
Secara pabrikan, Gaikindo akan membuat lubang saluran BBM pada setiap produk KBH2 yang sesuai dengan nozzle SPBU Pertamina dari BBM non subsidi.
Dari Pertamina sendiri, akan membuat kesepakatan dengan Hiswana Migas untuk mengganti nozzle agar sesuai. Gaikindo meminta waktu 3 sampai dengan 6 bulan untuk memersiapkan diri, sebelum pemerintah membuat regulasi yang permanen.