Bisnis.com, JAKARTA-- Produk tekstil diperkirakan menjadi tulang punggung ekspor Indoensia dalam beberapa tahun, meski laju pertuumbuhan industrinya relatif lambat.
Peneliti LP3EI Ina Primiana menjelaskan sejak 2008, industri tekstil sebenarnya telah dimasukkan ke dalam industri prioritas nasional dan termasuk ke dalam industri padat karya yang berkontribusi cukup tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Tekstil Indonesia menguasai 1,8% pasar dunia dengan nilai US$12 miliar. Sebenarnya, masih jauh dibandingkan dengan China yang mencapai US$248 miliar. Namun, neraca perdagangan tekstil termasuk pakaian jadi terus surplus. Jadi, ekspornya masih lebih tinggi ketimbang impor,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (24/3/2014).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor TPT pada 2010 adalah US$4,989 miliar, kemudian naik menjadi US$5,821 miliar setahun berikutnya dan turun menjadi US$5,675 miliar pada 2012. Perdagangan TPT tercatat hampir selalu menorehkan surplus.
Surplus perdagangan dari sektor TPT pada 2010, menurut data Kemendag, mencapai US$966 juta. Setahun berikutnya, surplus menyusut menjadi US$420,53 juta, hingga akhirnya hanya menyentuh US$412,33 juta pada 2012.
Pertumbuhan industri TPT di dalam negeri rata-rata mencapai 5,4% sepanjang 2007-2012. Namun, pada kuartal III/2013, pertumbuhannya sempat menyentuh minus 6,99%.
Pertumbuhan Industri Kecil Menengah (IKM) pertekstilan juga melesat dari hanya 3,94% pada 2011 menjadi 7,12% tahun lalu, meski sempat turun ke level 2,96% pada 2012. Adapun, jumlah perusahaan TPT turun menjadi 2.545 pada 2012 dari 2.616 tahun sebelumnya.
“Pada 2012 terajdi penurunan jumlah perusahaan dan tenaga kerja. Bahan baku tekstil lebih dari 90% impor. Di samping itu, sekarang ini ada kendala terkait perpajakan dan kemudahan perizinan, itu yang berdampak kepada penurunan jumlah produksi tekstil kita,” imbuh Ina.