Bisnis.com, JAKARTA - Rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) memperbesar layanan kereta barang untuk pemasukan perseroan mendapat sambutan positif. Terlebih lagi, jika KAI mau memaksimalkan peranan kereta barang di lintas Pulau Sumatra.
Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setidjowarno mengatakan keinginan pihak KAI melecut kinerja layanan pengangkutan barang merupakan langkah tepat. Dengan adanya keinginan tersebut, setidaknya dapat meningkatkan efisiensi transportasi darat.
"Di manapun pengangkutan dengan kereta sangat menguntungkan. Apalagi biaya infrastruktur untuk kereta jauh lebih murah daripada infrastruktur lainnya, seperti jalan tol," terangnya kepada Bisnis, Minggu (9/3/2014).
KAI menargetkan hingga 2017 nanti dapat meraih keuntungan angkutan barang mencapai 55% dari total pendapatan. Saat ini, KAI membukukan pendapatan angkutan barang hanya sebesar 45%, masih lebih kecil ketimbang angkutan penumpang sejumlah 48%.
Menurut Djoko, dengan asumsi pendapatan KAI tersebut, banyak hal yang harus dipenuhi perseroan untuk merealisasinya. Selain ditentukan nantinya dengan pelaksanaan dan pengelolaan jalur ganda di Utara Jawa, yang dikabarkan sebelumnya akan resmi beroperasi pada bulan ini.
Selain itu, pengembangan paling potensial guna mendongkrak kinerja angkutan barang melalui kereta, yaitu pembangunan jalur lintas Sumatra. "Kalau jalur rel yang dibangun sebagai Trans Sumatra, pemerintah bisa lebih menghemat biaya," terangnya.
Sejauh ini, untuk meningkatkan konektivitas Sumatra, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum tengah berupaya membangun jalan tol Trans Sumatra. Tol Trans Sumatra itu akan menghubungkan Lampung dengan Banda Aceh, sepanjang 2693 km, dengan anggaran Rp426 triliun.
Efisien
VP Public Relation PT KAI Sugeng Priyono beberapa waktu lalu mengatakan keinginan KAI memaksimalkan layanan angkutan barang merupakan dorongan dari banyak pihak dan kenyataan yang ada. Menurutnya, saat ini beban jalan raya sebagai tulang punggung transportasi darat sudah melampaui batas ketahanan.
Selain itu, dia menerangkan kalau moda truk dan jalan raya masih terus diandalkan sebagai pengangkut barang akan menyebabkan inefisiensi. Biaya mahal dan waktu tempuh yang panjang, sudah banyak dikeluhkan pengusaha logistik.
Di luar persoalan tersebut, Djoko menilai pemaksimalan kereta juga berpotensi penghematan anggaran negara. Sebagai contoh, untuk pembangunan jalan tol Trans Sumatra, dibutuhkan dana ratusan triliun rupiah.
Sebaliknya, simpul Djoko, jika dana tersebut dialihkan pada pembangunan jaringan rel lintasan Sumatra, besaran tersebut dapat ditekan. "Hitungannya Rp20 miliar per kilometer rel," terangnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita mengatakan pelaku jasa punya anggapan berbeda soal upaya penurunan biaya logistik di Sumatra. Menurutnya, mayoritas pelaku jasa menginginkan pemerintah mengutamakan infrastruktur kereta api, selain tol lintas Sumatra.
"Membangun jalur kereta api yang menghubungkan Ibukota Provinsi di Sumatra untuk angkutan barang sangat mendesak dan bisa menurunkan biaya logistik, dengan biaya yang jauh lebih kecil dibandingkan membangun tol," terangnya.