bISNIS.COM, JAKARTA - Sentra industri pabrik rokok di Jawa Timur nyaris lumpuh dan mengalami kerugian berkisar 16 miliar akibat dampak bencana alam erupsi Gunung Kelud pekan lalu. Selain itu, kapasitas produksi rokok pada Februari mengalami penurunan 30%-50% dibandingkan dengan bulan sebelumnya pada periode tahun ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi) Suharjo mengatakan angka kerugian masing-masing industri rokok di Jawa Timur bervariasi. Namun dia memprediksi kerugian setiap perusahaan mencapai Rp200 juta-Rp400 juta.
“Di daerah Ngantang Malang ada perusahaan rokok (PR) yang hancur. Jika dihitung dengan bangunannya kerugaian bisa mencapai Rp500 juta lebih, karena harus membangun ulang pabriknya,” papar Suharjo saat dihubungi Bisnis, Kamis (20/2/2014).
Suharjo mengatakan para pelaku industri rokok di Jawa Timur hingga saat ini sebagian menghentikan produksinya lantaran karyawan yang bekerja rumahnya turut terpapar abu vulkanik Gunung Kelud. Dia memprediksi, aktivitas perekonomian dan produksi rokok akan bergeliat sekitar 1 bulan mendatang.
“Kalau karyawan pada libur, kapasitas produksi rokok menurun sekitar 30%-50%,” terangnya.
Dari catatan Formasi sementara, jumlah industri rokok yang menghentikan produksinya sekitar 40-50 perusahaan rokok. Jumlah tersebut merupakan PR skala menengah ke atas. Sedangkan identifikasi PR kecil dan menengah, pihaknya mengaku belum mendata secara detail.
“Saat kami tanya, mereka [pelaku industri] mayoritas sibuk dengan kegiatan bersih-bersih perusahaannya. Saat ini data yang kami sampaikan ya segitu, kemungkinan malah tambah banyak,” ujarnya.
Atas dampak bencana alam tersebut, Suharjo belum mengetahui apakah PR kecil dan menengah akan tetap melanjutkan produksi rokok atau menghentikan total produksi rokok. Pasalnya, lanjut dia, banyak pengusaha rokok mengeluh atas beragam regulasi dari pemerintah yang mengancam keberlangsungan industri rokok. Seperti penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan rencana ratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
“Selain terkena musibah alam, kami pesimis industri rokok kecil dan menengah akan bertahan dengan bermacam-macam aturan dari pemerintah,” paparnya.
Enny Ratnaningtyas, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindustrian, mengatakan tidak semua industri rokok di Jawa Timur menghentikan proses produksi. Menurutnya, pabrik rokok besar tetap berproduksi di lokasi yang tidak terpapar abu vulkanik.
“Pabrik [rokok] besar itu kan punya cabang di tempat lain. Jika satu lokasi produksi terkena abu vulkanik, proses produksi bisa dipindahkan di tempat lain,” terang Eny saat ditemui di Kemenperin.
Eny menuturkan pabrik rokok yang tidak terlalu parah akibat paparan abu vulkanik Gunung Kelud telah beroperasi. Namun pihaknya mengakui aktivitas industri rokok belum sepenuhnya pulih. Dia mengatakan penurunan kapasitas produksi rokok di Jawa Timur mencapai 30%.
“[pabrik rokok] Yang terdekat dengan lokasi [Gunung] Kelud sampai hari ini belum beroperasi. Karyawan pada mengungsi,” tuturnya.
Informasi yang diterima Eny, industri rokok besar memilih untuk melanjutkan aktivitas perekonomian lantaran mengejar target produksi 400-500 juta batang/tahun. Dia menyebut dua pabrik rokok kategori besar yakni PT Gudang Garam dan PT Bentoel tetap berproduksi kendati belum sepenuhnya karyawan masuk kerja.
“Repotnya untuk kebanyakan di sana [Jatim] buruh linting. Kerjanya borongan. Kalau mereka tidak bekerja otomatis tidak mendapat upah,” ujarnya.
Untuk saat ini, katanya, pihak Kemenperin terus memantau perkembangan proses produksi industri rokok di Jatim dan Jawa Tengah. Lokasi pabrik rokok di Jawa Tengah, menurutnya, tetap beraktivitas normal.
“Kami tidak memberikan bantuan berupa barang. Yang bisa kami berikan yakni pelatihan keterampilan bagi pekerja,” katanya.