Bisnis.com, JAKARTA – Anggota DPR mendesak pemerintah untuk transparan tentang alokasi belanja remunerasi pegawai kementerian dan lembaga yang dianggarkan dalam APBN.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar mengatakan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjamin hak publik untuk mengetahui penyelenggaraan negara dan badan publik.
Legislatif, tuturnya, pun tak pernah diberi informasi mengenai belanja remunerasi selama ini. Menurutnya, pemerintah sengaja membuatnya tidak transparan karena tidak ada ukuran yang konkret mengenai kinerja pegawai dan insentifnya.
“Saya setuju dibuka dan kalau tidak, harus dilaporkan ke Komisi Informasi,” katanya, Kamis (13//2/2014).
Politikus Partai Golkar itu menuturkan anggaran remunerasi masuk dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) pascaproses pembahasan rencana kerja dan anggaran (RKA) K/L yang memerlukan persetujuan komisi.
Terlepas dari ketidaktransparanan belanja remunerasi, Harry menyoroti pelaksanaan program itu yang sekadar menambah tingkat pendapatan rata-rata pegawai, bukan insentif bagi mereka yang berprestasi.
Harry menghendaki sistem remunerasi pegawai negeri sipil disamakan dengan sistem di dunia swasta.
“Pilih orang-orang terbaik di birokrasi, dijaga dengan model market salary supaya mereka tidak kabur dari pekerjaannya. Sekarang yang tinggal di birokrasi, orang-orang recehan, orang-orang yang tidak diterima pasar,” ujarnya.
Sekali pun ada perbaikan birokrasi dan pelayanan publik, Harry melihatnya tidak cukup signifikan. Pasalnya, masih ada pegawai yang menyelewengkan wewenang, misalnya dengan melakukan tindak korupsi.
Padahal, remunerasi sebagai bagian dari upaya mereformasi birokrasi semestinya dibarengi dengan ukuran-ukuran moralitas dan produktivitas kerja. “Itu yang tidak pernah terdesain rapid an menurut saya harus transparan. Mereka kan lembaga publik,” tuturnya.