Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah meyakini pengaruh depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tak signifikan sehingga belanja negara dalam APBN Perubahan 2014 tak perlu dipangkas.
Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyebutkan potensi pembengkakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) hanya Rp35 triliun seiring nilai tukar rupiah yang sudah meleset dari asumsi APBN 2014 Rp10.500 per dolar AS.
Pada saat yang sama, penerimaan negara bertambah Rp28 triliun, khususnya dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas akibat pelemahan rupiah.
Dengan demikian, potensi tambahan defisit bersih yang muncul hanya Rp7 triliun.
Adapun harga minyak internasional cenderung turun sehingga relatif tak mendatangkan ancaman. OPEC daily basket price menunjukkan tren penurunan harga minyak sejak Oktober 2013.
Harga minyak per 14 Januari 2014 senilai US$104,71 per barel, turun dari US$107,67 per barel Desember 2013.
“Kalau (tambahan defisit) Rp7 triliun, apakah kita perlu APBN-P? Belum kalau harga minyak mengalami penurunan,” ujar Chatib, Kamis (29/1/2014).
Namun, pernyataan Chatib ini tak memasukkan asumsi lifting minyak yang kemungkinan direvisi turun dari 870.000 barel per hari (bph) menjadi 820.000 bph menurut rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Saya masih menunggu (usulan) dari ESDM,” ujarnya.