Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meratifikasi kerangka konvensi pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Tulus Abadi, anggota pengurus harian YLKI, mengatakan pemerintah Indonesia adalah inisiator dan pembahas penyusunan FCTC sejak 1998-2003.
Bahkan pembahasannya melibatkan lintas kementrian, dan delegasi pemerintah sudah mengadopsi FCTC pada Sidang Kesehatan Dunia (WHA), di Jenewa, Swiss, 2003.
"Tidak meratifikasi FCTC sangat tidak santun, dari sisi hukum internasional," katanya dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com, Kamis (10/10/2013).
Saat ini sudah 176 negara meratifikasi FCTC dan sudah menjadi hukum internasional sejak 2004.
Jika pemerintah tidak meratifikasi, secara sosial/ekonomi justru merugikan karena Indonesia tidak bisa ikut pembahasan dalam protokol-protokol selanjutnya.
"FCTC adalah instrumen yang sangat elegan untuk mengatasi wabah tembakau, dari sisi kesehatan, ekonomi dan sosial," ujarnya.
Dia mengatakan ratifikasi bukan berarti melarang produksi rokok, melarang tanam tanaman tembakau. China, India, Brazil dan lainnya telah meratifikasi tapi produksi dan konsumsi rokoknya tetap eksis.
Menurutnya, tanpa ratifikasi FCTC Indonesia akan menjadi tong sampah raksasa oleh industri rokok nasional dan multinasional.
Saat ini industri rokok multinasional (asing) masuk ke Indonesia karena Indonesia lemah dalam regulasi di bidang kesehatan.
Argumen lain dari YLKI yakni jumlah perokok di Indonesia mencapai 30% dari total populasi, dan mayoritas perokok adalah masyarakat miskin. (ra)