BISNIS.COM, JAKARTA--Indonesian Mining Association (IMA) mengusulkan pemerintah menetapkan kebijakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih mineral (smelter) sesuai dengan jenis komoditasnya.
Syahrir AB, Direktur Eksekutif IMA mengatakan selama ini persoalan pembangunan smelter bukanlah keekonomian dalam membangunnya. Akan tetapi untuk membangun smelter membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Membangun smelter itu bukan masalah ekonomis atau tidak ekonomis. Bisa ekonomis membangun smelter di dalam negeri, tapi kan butuh waktu paling tidak sampai 2017, sementara UU Minerba mengamanatkan harus selesai 2014,” katanya di Jakarta, Senin (1/4).
Syahrir mengungkapkan semua pihak harus mau mencari jalan keluar mengenai pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri saat ini.
Pasalnya, saat ini hanya tinggal sekitar 9 bulan dari batas waktu untuk mengolah dan memurnikan seluruh bijih mineral di dalam negeri.
Salah satu cara yang mungkin untuk dilakukan, lanjut Syahrir, adalah pemerintah memaksa pengusaha komoditas tertentu untuk mengerjakan apa yang dapat dikerjakan saat ini.
Pemerintah juga harus menerima kenyataan jika ada beberapa komoditas yang tidak mungkin dapat diolah di dalam negeri tahun depan, karena pembangunan smelternya membutuhkan waktu.
“Nanti dibuat komoditas apa saja yang harus diolah di dalam negeri pada 2015, kemudian 2016 apa saja dan 2017 apa?. Oleh karena itu, perlu diibuat semacam keputusan antara pemerintah dan industri, jadi pemerintah mengatakan kepada industri A harus membangun smelter pada 2017, setelah masuk 2017 tidak ada lagi diskusi,” jelasnya.
Menurutnya, komoditas nikel, pasir besi dan bauksit masih mungkin untuk diolah dan dimurnikan di dalam negeri pada 2014 mendatang. “Kalau komoditas zinc dan tembaga itu pertanyaan besar, saya tidak katakan butuh waktu lama untuk membangun smelternya, tapi tidak akan terealisasi pada 2014 nanti,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan pihaknya akan melakukan kunjungan lapangan untuk mengetahui keekonomian membangun smelter. Kajian tersebut nantinya akan menjadi pembanding terhadap hasil kajian yang dilakukan lembaga afiliasi penelitian dan industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB).
“Sasaran kajian itu kan bagaimana agar pemurnian dan pengolahan bijih mineral itu dilakukan di dalam negeri. Kajian itu diperlukan, nanti kami juga akan melakukan kunjungan lapangan dan lakukan kajian untuk memastikan itu,” katanya.
Thamrin mengungkapkan pihaknya telah mengetahui investasi untuk pembangunan smelter tembaga memang memerlukan investasi yang mahal. Untuk itu Kementerian ESDM akan mengusulkan sejumlah insentif untuk memudahkan pengusaha membangun smelter di dalam negeri. (if)