JAKARTA-- The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) memerintahkan First Resources Ltd untuk menghentikan pembukaan lahan pada hutan yang didiami oleh komunitas Dayak Benuaq, Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, sampai konflik dapat diselesaikan.
Hal itu disampaikan oleh the Environmental Investigation Agency (EIA), organisasi lingkungan yang berbasis di London serta yang menyelidiki persoalan tersebut. EIA sebelumnya mengajukan keluhan resmi ke RSPO pada 17 Oktober 2012 dengan mengajukan sejumlah bukti di antaranya perusahaan tak memperoleh Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dari masyarakat adat.
"First Resources Ltd sekarang harus menghentikan semua pembangunan di wilayah konsesi Kutai Barat hingga konflik dengan masyarakat Dayak Benuaq dapat diselesaikan," demikian EIA dalam situs resminya pada Desember lalu, mengutip keputusan RSPO.
RSPO, menurut EIA, membenarkan posisi Dayak Benuaq yang telah memprotes pembukaan lahan mereka dan tak pernah disetujui sebelumnya. Perusahaan yang berbasis di Singapura itu mengklaim telah memakai FPIC, namun dalam pertemuan serial, komunitas Dayak Benuaq tetap saja keberatan atas penanaman yang dilakukan perusahaan.
EIA menyatakan First Resources telah membuka lahan yang berada di wilayah adat Muara Tae, termasuk penghancuran hutan yang melindungi sungai Utak Melinau dan ladang masyarakat. Organisasi itu memaparkan hal itu mengakibatkan hancurnya kehidupan mereka secara substansial serta air untuk desa tersebut.
"RSPO memerintahkan First Resources sebagai anggota untuk menghentikan operasinya sampai sejumlah kondisi telah dipenuhi. Ini termasuk bekerja sama dengan EIA untuk menghasilkan rencana aksi solusi damai dengan Dayak Benuaq," kata EIA.
Pengkampanye Hutan EIA Tom Johnson mengatakan keputusan RSPO melegakan masyarakat Dayak Benuaq. Namun, pihaknya bersama masyarakat akan tetap mengawasi setiap langkah yang dilakukan First Resources untuk mematuhi keputusan tersebut. "Perusahaan harus menerima dan mematuhi keputusan itu dan stop bertingkah seperti segerombolan preman. Ini saatnya First Resources untuk lebih dewasa."
Dalam keterangan resminya, Head Sustainability First Resources Ltd Bambang Dwi Laksono, sebelumnya mengatakan pihaknya telah menghentikan sementara aktivitas pembukaan lahan di wilayah sengketa, namun juga tetap melakukan perawatan penanaman di wilayah tersebut.
Perusahaan juga setuju untuk menerbitkan pernyataan bersama terkait dengan sejumlah masalah di antaranya adalah soal lembaga sertifikasi independen. Tugasnya termasuk mengecek semua dokumen EIA, melakukan wawancara baik EIA, komunitas Muara Tae, dan instansi pemerintah lokal, serta survei lahan dan pengukuran tanah.
Adapun untuk rencana aksi dengan komunitas Muara Tae, lanjut Bambang, pihaknya akan melanjutkan inisiatif mereka untuk bekerja dengan pemangku kepentingan yang relevan, termasuk EIA, untuk mencari solusi atas sengketa tersebut.(msb)