Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR BAJA: Industri hilir minta BMAD tak mendistorsi ekonomi

JAKARTA – Rencana pengenaan bea masuk antidumping terhadap baja gulungan dan lembaran canai dingin diminta mempertimbangkan kepentingan industri hilir di dalam negeri.Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermorot Indonesia (Gaikindo) Jongkie D.

JAKARTA – Rencana pengenaan bea masuk antidumping terhadap baja gulungan dan lembaran canai dingin diminta mempertimbangkan kepentingan industri hilir di dalam negeri.Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermorot Indonesia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto menyarankan agar impor bahan baku tak dikenai bea masuk yang tinggi.“Nanti APM (agen pemegang merek) dan industri komponen cenderung impor barang jadi dan kita akan kehilangan nilai tambah, lapangan pekerjaan, investasi dan lain-lain,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (25/12).Industri otomotif selama ini menggunakan baja lembaran canai dingin (cold rolled sheet) sebagai bahan baku untuk bodi mobil.Dalam catatan Gaikindo, selama ini industri baja nasional hanya mampu memenuhi 20% kebutuhan besi dan baja produsen otomotif di Indonesia. Sebagian kebutuhan baja lembaran canai panas (hot rolled coil/HRC) dan cold rolled coil/sheet (CRC/S) masih impor.Usulan yang sama juga disampaikan oleh pelaku industri elektronik. Ketua Umum Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Soebroto Oentaryo menyampaikan spesifikasi yang dibutuhkan industri elektronik belum bisa diproduksi dalam negeri.  “Atau kalau pun ada, kuantitasnya terbatas,” katanya.Industri elektronik menggunakan CRC/S untuk bodi kulkas, khususnya yang menggunakan laminasi VCM. Namun, produk itu tidak termasuk dalam pos tarif harmonized system (HS) yang diusulkan kena tindakan anti dumping.Sementara, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi menyampaikan pihaknya memberikan alternatif pengenaan BMAD lebih rendah dari margin dumping hasil penyelidikan KADI guna mengakomodasi kepentingan industri hilir di dalam negeri.KADI pada 21 Desember 2012 menyampaikan rekomendasi pengenaan BMAD terhadap CRC/S asal lima negara pada kisaran 10%-68% dari nilai impor kepada Menteri Perdagangan.Alternatif itu berdasarkan margin injury yang diperhitungkan dari selisih harga ekspor CRC/S dengan biaya produksi ditambah keuntungan petisioner, dalam hal ini PT Krakatau Steel.“Pemerintah dapat memutuskan lain dari usulan KADI dengan menggunakan margin injury. Hitungannya sesuai ketentuan WTO (World Trade Organization). Sudah kami siapkan,” jelasnya.Bachrul menyebutkan besaran BMAD berdasarkan margin injury bisa lebih rendah 20% dari margin dumping berdasarkan penyelidikan KADI.  Inisiasi antidumping CRC/S dimulai 24 Juni 2011 setelah emiten berkode KRAS itu mengajukan petisi berkaitan dengan dugaan dumping CRC/S impor yang menekan daya saing produk lokal serupa.Sesuai ketentuan, masa penyelidikan diberi waktu maksimal 18 bulan atau berakhir tepat pada 24 Desember 2012.Berdasarkan investigasi KADI terhadap 13 nomor harmonized system (HS), eksportir menjual produknya lebih murah di Indonesia ketimbang di negeri asalnya. Bahkan, harga jual produk impor di bawah biaya produksi petisioner.“Kalau itu dibiarkan, maka industri dalam negeri akan mati. Dan, kita lihat Krakatau Steel industri strategis. Mereka punya hak untuk dilindungi sesuai ketentuan WTO,”  ujar Bachrul.Sementara, Manager Corporate Communication PT Krakatau Steel Wisnu Kuncara menyampaikan pihaknya masih menunggu hasil akhir penyelidikan (final disclosure) dari KADI.Berdasarkan data Kemendag, impor CRC/S dari lima negara, yakni China, Taiwan, Korea Selatan, Jepang dan Vietnam naik tajam selama 5 tahun terakhir.Pada 2007, impor CRC/S masih 325.510,56 ton dan terus melonjak menjadi 728.899,7 ton pada 2011. Adapun sepanjang Januari-Agustus 2012, impor produk itu mencapai 604.337,75 ton. (08/Bsi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper