Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TAMBANG MARTABE DISETOP: 900 Karyawan Terpaksa Dirumahkan

JAKARTA: Manajemen PT Agincourt Resources, pengelola tambang emas Martabe di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara terpaksa memutus hubungan kerja atau ‘merumahkan’ sekitar 900 karyawan perusahaan dan kontraktor menyusul penyetopan

JAKARTA: Manajemen PT Agincourt Resources, pengelola tambang emas Martabe di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatra Utara terpaksa memutus hubungan kerja atau ‘merumahkan’ sekitar 900 karyawan perusahaan dan kontraktor menyusul penyetopan operasional tambang sejak 19 September akibat terhambatnya pemasangan pipa air limbah ke Sungai Batangtoru.

 

“Kami menyesal tidak punya pilihan selain harus merumahkan karyawan. Meski sementara ini kami masih mampu menyediakan gaji pokok, namun kami sungguh membutuhkan solusi nyata dalam beberapa hari ke depan agar kami bisa beroperasi kembali,” kata Presiden Direktur PT Agincourt Resources, Peter Albert dalam siaran persnya di Jakarta, hari ini (9/10). (ilustrasi: chaidirritonga.com)

 

Dia menjelaskan tanpa penuntasan pemasangan pipa, Tambang Emas Martabe tidak dapat beroperasi. Akibatnya tidak ada pemasukan untuk membayar gaji karyawan, biaya operasional dan biaya lainnya, termasuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

 

Tambang emas yang dioperasikan perusahaan asal Hong Kong G-Resources ini mempekerjakan lebih dari 2.700 orang. Sekitar 70% diantaranya berasal dari penduduk lokal Batangtoru dan sekitarnya.

 

Tambang emas ini merupakan investasi terbesar di industri tambang selama 10 tahn terakhir dengan total investasi, belanja modal dan modal kerja perusahaan sekitar US$900 juta, setara Rp8,5 triliu – dengan asumsi US$1 = Rp9.500 – yang sebagian besar dibelanjakan di Tanah Air.

 

”Saat produksi penuh, potensi pendapatan yang diperoleh Tambang Emas Martabe - sebelum dikurangi biaya-biaya, pajak, royalti, dll - mencapai US$1,5 juta atau sekitar Rp14,3 miliar per hari. Ini jumlah yang sedang terganggu saat ini,” ujarnya.

 

Dia mengemukakan pemerintah pusat seharusnya menerima lebih dari 30% dari kentungan tambang dalam bentuk berbagai pendapatan pajak dan royalti.

 

”Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan memperoleh dividen dari 5% saham tambang yang mereka miliki. Semua hitungan itu hilang akibat aksi penolakan yang menghambat jalannya pemasangan pipa air,” tuturnya. (antara/yus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Sumber : Newswire

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper