Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REVISI UU MIGAS: Tender blok migas tidak cocok di Indonesia

JAKARTA : Blok-blok migas yang ada di Indonesia akan tergarap lebih banyak jika pemerintah melakukan revisi terhadap UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.   Direktur Eksekutif ReforMiner Institute yang juga Dosen Pascasarjana Universitas

JAKARTA : Blok-blok migas yang ada di Indonesia akan tergarap lebih banyak jika pemerintah melakukan revisi terhadap UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.   Direktur Eksekutif ReforMiner Institute yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan sistem tender blok migas tidak cocok dilakukan di Indonesia. “Kalau UU-nya diubah, blok yang digarap akan lebih banyak lagi. Kenapa? Karena kalau tender, semua peserta baik besar mau pun kecil bisa ikut. Tapi bisnis migas ini padat modal, padat teknologi, padat risiko. Pada akhirnya yang bisa menemukan cadangan migas dalam jumlah besar itu pasti pemain yang besar,” ujarnya, akhir pekan lalu. Sebelumnya, Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo mengatakan setelah era UU Migas 22/2001, pemerintah berhasil menawarkan banyak sekali blok migas. Menurutnya, undang-undang tersebut sudah on the track. Namun, pemerintah tetap bersedia diajak diskusi jika DPR khususnya Komisi VII menginginkan adanya revisi. “Setelah terbitnya UU Migas, lebih banyak kontrak blok migas yang ditandatangani. Kami pikir UU 22/2001 ini sudah on the track. Tapi sekarang kan era demokrasi, pemerintah tetap harus open minded, terbuka kepada semua masukan,” ujar Evita.   Seperti diketahui pada Jumat (25/5) lalu, pemerintah berhasil melelangkan 13 blok migas baru di bawah regulasi UU 22/2001. Dari daftar pemenangnya, nampak sederetan nama-nama pemain baru. Menanggapi hal ini, Pri Agung tidak yakin nama-nama baru itu bisa memenuhi komitmennya. “Ada yang namanya kita ngga tahu jadi kita sulit berharap akan ada penemuan cadangan baru dari situ karena komitmen investasinya belum tentu dijalankan. Yang kita perlukan itu sekarang big fish, cadangan yang besar dan hanya bisa dengan pendekatan b to b langsung, bukan tender,” jelasnya. Pri Agung mengatakan hal-hal yang perlu diubah dari UU 22/2001 diantaranya adalah mengubah konsep dari g to b menjadi b to b. Menurutnya, status BP Migas sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) harus diubah menjadi perusahaan negara dan Pertamina tidak berkontrak lagi dengan BP Migas. Sementara itu, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana mengatakan salah satu poin yang diajukan BP Migas ke DPR terkait revisi UU Migas adalah terkait peningkatan peran perusahaan migas milik negara dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, baik di blok baru mau pun di blok yang telah habis masa kontraknya. “Tujuannya agar memiliki landasan hukum yang kuat. Kami ingin meningkatkan pemberdayaan dan kontribusi kapasitas nasional dalam industri hulu migas,” ujar Gde. Dihubungi terpisah, Direktur Utama Medco Energi Lukman Mahfoedz berpendapat tidak ada yang perlu diubah dari regulasi tersebut. Menurutnya, jika ada yang kurang lengkap atau kurang sempurna, bisa disempurnakan lewat peraturan menteri. “Ngga [perlu dirubah]. UU yang sekarang memang belum sempurna, tapi kalau tidak perlu-perlu banget, ya untuk apa kita harus merubah? Yang perlu itu cuma satu, bagaimana supaya kita mengebor lebih banyak sumur untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi, itu saja,” ujarnya. Sejak 2001 sampai sekarang, sistem kontrak yang berlaku adalah g to b (kontrak kerja sama), melibatkan ESDM (g1) dan BP migas (g2). Dalam pasal 12 ayat 3 UU Migas disebutkan bahwa menteri menetapkan badan usaha atau bentuk usaha tetap yang diberi wewenang melakukan usaha eksplorasi dan eksploitasi pada wilayah kerja. Mahkamah Konstitusi menganggap hal ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 karena aspek penguasaan migas tidak lagi dikuasai negara, dalam hal ini pemerintah memberikan wewenang kepada perusahaan, yang bisa saja merupakan pihak asing. Pasal ini kemudian oleh MK (dalam putusannya pada 21 Desember 2004) atas Uji Materi UU Migas 22/2001 diharuskan untuk direvisi. Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar Satya Yudha mengatakan memasuki Juni ini DPR akan meneruskan pembahasan internal terkait revisi UU Migas. Selanjutnya, DPR akan mengupayakan hal ini bisa dibawa ke paripurna pada Agustus/September. “Baru setelah itu dilakukan pembahasan tingkat satu dengan pemerintah hingga dua kali masa sidang. Setidaknya diharapkan kuartal I/2013 sudah bisa diundangkan,” ujarnya. (ea) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper