JAKARTA: Isu soal kedaulatan energy kini menjadi perhatian masyarakat di tengah-tengah semakin besarnya tuntutan kebutuhan energi untuk kepentingan di dalam negeri.Oleh karena itu, Indonesia butuh persiapan yang terstruktur dan terukur dalam konteks kedaulatan energi itu. Berkaitan dengan itu, Bisnis mewawancarai praktisi energi dan mantan Deputi BP Migas Eddy Purwanto. Berikut petikannya.Belakangan ini isu soal kedaulatan energi cukup marak. Sebagai praktisi, apa yang memicu itu?Kedaulatan energi adalah bagian vital dari ketahanan nasional, sedangkan pilar utama kedaulatan energi RI saat ini adalah ketahanan energi fossil utamanya minyak bumi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah baiknya kondisi ekonomi, maka konsumsi minyak dalam bentuk BBM semakin membengkak dan Indonesia berpotensi menjadi pengimpor minyak keempat terbesar di Asia setelah China, India dan Jepang. Apabila hal ini terjadi, tanpa persiapan yang terstruktur dan terukur, kedaulatan energi RI sangat rentan karena ketergantungan kepada impor semakin meningkat.Bila kedaulatan energi semakin rentan, apa saja menurut Anda yang perlu diwaspadaiAda dua parameter yang perlu diwaspadai para pemangku kebijakan. Pertama adalah cadangan minyak di bawah tanah (reservoir) dan kedua cadangan minyak di atas tanah yang biasa disebut cadangan strategis nasional minyak dan BBM. Yang pertama yaitu cadangan minyak di bawah tanah hari ini sisa cadangan terbukti (proven reserve) tinggal 3,8 miliar barel bila tidak ada penambahan cadangan hanya tahan sekitar sepuluh tahun. Yang kedua adalah cadangan strategis minyak dan BBM yang hanya mampu bertahan selama 22 hari konsumsi sehingga rentan terhadap situasi krisis baik akibat bencana nasional maupun terhadap ancaman geopolitik yang berpotensi mengganggu impor minyak dan BBM dari luar negeri. Contohnya isu kerawanan geopolitik di Selat Hormuz yang sekarang sedang seru di media.Apakah ada hubungan dengan keinginan Pertamina untuk membeli minyak mentah bagian Kontraktor yang hingga kini masih menjadi polemik.Menjadi polemik karena masyarakat kurang memahami kebutuhan nasional untuk menambah volume guna meningkatkan ketahanan energi. Bisa difahami Pertamina menambahkan bumbu- bumbu ancaman krisis di Selat Hormuz yang mengancam impor minyak dan BBM, karena kalau benar-benar terjadi dampak krisis akan sampai ke Indonesia.Namun, tanpa dibumbui krisis Selat Hormuz pun sebetulnya Indonesia sangat membutuhkan jaminan tambahan volume minyak yang dikuasai pemerintah di dalam negeri. Sekitar setengah dari volume produksi atau lifting dikuasai oleh kontraktor baik asing maupun lokal, yaitu sekitar 30%-35% diperoleh dari pengembalian biaya operasi (cost recovery) dan 15%-20% dari pembagian hasil produksi.Sebagian besar volume yang dikuasai kontraktor diekspor. Di sisi lain kebutuhan impor Indonesia setiap tahun semakin membengkak, sehingga wajar kalau Pertamina meminta “bantuan” pemerintah agar volume yang dikuasai kontraktor dapat dibeli dengan harga pasar ICP (Indonesia Crude Price).Bukankah itu hak Kontraktor untuk menjual kepada siapapun dengan harga berapapun ?Betul, oleh karena itu dapat dimengerti bila Pertamina meminta bantuan pemerintah.Apakah mungkin pemerintah membantu?Pada waktu Indonesia masih menjadi net-pengekspor minyak, kontrak production sharing (PSC) tidak menjadi masalah, tetapi setelah Indonesia menjadi net-pengimpor minyak, pemerintah dan Pertamina menghadapi kesulitan yang akumulatif akibat semakin membengkaknya impor minyak dan BBM.Tahun lalu karena kurangnya lifting rata-rata impor minyak mentah sekitar 400.000 barel per hari, dan karena kurangnya jumlah kilang domestik, Indonesia harus mengimpor sekitar 400.000 barel produk BBM setiap hari. Impor minyak dan BBM ini diduga akan semakin besar sehingga defisit APBN juga semakin membengkak.Ada beberapa cara untuk mengurangi impor. Salah satunya sejalan dengan keinginan Pertamina untuk menguasai volume bagian kontraktor dengan cara membeli dengan harga pasar (ICP) di mana diduga akan menghadapi keengganan kontraktor terutama dalam situasi krisis. Tetapi ada cara lain yang lebih strategis.Apa cara lain yang lebih strategis itu, tolong dijelaskan?Seluruh kontraktor mengeluarkan biaya operasi (cost recovery) setahun sekitar US$13 miliar. Selama ini pemerintah membayar kembali biaya itu dengan volume (inkind) sekitar 300.000-350.000 barel per hari yang dihargai ICP (Indonesia Crude Price), bukan dengan dolar atau cash sehingga kedaulatan migas sebagian beralih ke tangan kontraktor. Pada saat Pertamina butuh minyak, mereka mau jual dengan harga mahal (premium). Jalan tengahnya adalah ke depan pemerintah tidak lagi membayar cost recovery secara inkind menggunakan volume tetapi bayar pakai dolar sebesar jumlah pengeluaran biaya operasi mereka sehingga tidak memberikan kesempatan Kontraktor mencari keuntungan dari pengembalian biaya operasi mereka. Yang penting seluruh biaya operasi dibayar, kontraktor tidak dirugikan sepeserpun.Apakah perlu merubah kontrak PSCPrinsip-prinsip production sharing (PSC) tidak ada yang ditabrak, hanya perlu penyempurnaan dalam klausa pembayaran biaya operasi (cost recovery) dari inkind (volume minyak) menjadi cash. Jadi hutang uang dibayar uang bukan dibayar minyak. Strategi ini akan menambah volume yang ditahan di dalam negeri, mengurangi subsidi BBM dan ujungnya mengurangi defisit APBN serta meningkatkan ketahanan energi nasional karena mengurangi ketergantungan terhadap impor.Apakah ada cara lain untuk meningkatkan kedaulatan energiAda beberapa. Dalam waktu dekat ini ada banyak lapangan migas yang akan habis masa kontraknya atau terminasi. Setelah kontrak habis otomatis seluruh aset bawah tanah dan atas tanah menjadi milik pemerintah, yang paling besar nilainya umumnya adalah sisa cadangan migas, seperti di Blok Mahakam masih menyimpan potensi cadangan gas luar biasa yaitu sekitar 12 triliun kaki kubik. Pada setiap kontrak yang terminasi sebaiknya Pertamina diberi kemudahan untuk menguasai seluruhnya atau sebagian aset lapangan tersebut disesuaikan dengan kesanggupan Pertamina baik teknis maupun finansial.Berapa banyak volume yang bisa ditahan didalam negeriTergantung keberanian pemerintah untuk memberi kemudahan kepada anak kandungnya sendiri. Praktik memberikan kemudahan kepada perusahaan negara adalah hal yang sangat lumrah di dunia, baik barat maupun timur. Ingat bagaimana Dr M [Mahathir Muhammad] menggendong Petronas ke sana-kemari termasuk ke negara-negara OKI (Organisasi Konferensi Islam) untuk medapatkan konsesi di negara-negara Islam. Hasil dari keberanian pemerintah, hari ini Petronas memiliki kedaulatan volume migas di 33 negara.Apakah tidak akan memperburuk iklim investasi hulu migas di IndonesiaSelama margin usaha masih jauh diatas treshold portofolio perusahaan, siapapun akan tetap datang. Yang membuat buruknya iklim investasi di Indonesia umumnya adalah faktor non-teknis seperti tingkat korupsi, tata-ruang, tumpang tindih, otonomi daerah, perpajakan, anti asing (xenophobia) dan kurang matangnya data kebumian dalam penawaran lahan eksplorasi. Untuk itu Indonesia perlu menyisihkan sebagian penerimaan migas dalam bentuk petroleum fund yang salah satu kegunaannya adalah melengkapi dan mematangkan data kebumian, utamanya di Indonesia Timur dan wilayah perbatasan.
EDDY PURWANTO: Kita butuh jaminan tambahan volume minyak
JAKARTA: Isu soal kedaulatan energy kini menjadi perhatian masyarakat di tengah-tengah semakin besarnya tuntutan kebutuhan energi untuk kepentingan di dalam negeri.Oleh karena itu, Indonesia butuh persiapan yang terstruktur dan terukur dalam konteks
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

32 menit yang lalu
Multifinance Sector Growth Stagnates Amid Subdued Purchasing Power

1 jam yang lalu
Falling Coal Prices Paint Bleak Prospects for Miners
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru

27 menit yang lalu
Perang Dagang Memakan Korban, Gerai Ritel Berguguran

54 menit yang lalu
Bye-Bye AS, China-Uni Eropa Bakal Perluas Kerja Sama Dagang

54 menit yang lalu
China Diam-Diam Mau Bangun Pabrik di RI Imbas Tarif Trump
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
