Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ATURAN EMISI GAS: Garuda mulai berhitung tarif tiket ke Eropa

JAKARTA: Maskapai Garuda Indonesia masih berhitung soal pembayaran terkait kebijakan  pemberlakuan aturan emisi gas buang pesawat yang dikenal dengan Emission Trading Scheme oleh Uni Eropa, sehingga belum menaikkan tarif penerbangan ke Eropa.Sebaliknya,

JAKARTA: Maskapai Garuda Indonesia masih berhitung soal pembayaran terkait kebijakan  pemberlakuan aturan emisi gas buang pesawat yang dikenal dengan Emission Trading Scheme oleh Uni Eropa, sehingga belum menaikkan tarif penerbangan ke Eropa.Sebaliknya, AirAsia malah menutup penerbangan ke dua kota di Eropa yakni Paris dan London.“Tahun ini kami akan melapor ke Uni Eropa berapa bahan bakar yang kami gunakan untuk terbang ke Amsterdam (Belanda),” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Senin, 16 Januari 2012.Dia menambahkan setelah melakukan pelaporan itu, pihaknya baru akan mengetahui berapa harus membayar jika memang harus bayar.“Semuanya akan ketahuan pada akhir 2012. Kalau memang bayar, baru kami fikirkan langkah selanjutnya apakah menaikkan tarif, apalagi kami melayani Amsterdam, bahan bakarnya diisi dari Dubai, bukan dari Jakarta, sehingga kalaupun harus bayar, jumlahnya tidak signifikan,” tuturnya.Emirsyah mengatakan sebenarnya sejumlah negara sudah menentang kebijakan Uni Eropa ini. “Amerika Serikat, China dan India sudah menentang.”Sebelumnya Bisnis mendapatkan informasi harga tiket pesawat Garuda Indonesia keberangkatan menuju Eropa tahun ini akan naik 5% sebagai imbas pemberlakukan ETS. Padahal Garuda baru memulai kembali penerbangan ke Eropa pada pertengahan 2011.Penerbangan Garuda ke Eropa diawali rute ke Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat Airbus A330-200 berkapasitas 222 penumpang dan direncanakan untuk membuka sejumlah kota tujuan penerbangan a.l. Frankfurt, London, Paris, dan Roma.Azran Osman-Rani, CEO AirAsia X, afiliasi maskapai AirAsia asal Malaysia mengatakan pihaknya memutuskan untuk menghentikan penerbangan ke Eropa, yakni ke Paris dan Belanda.“Implementasi Emissions Trading Scheme (ETS) dan meningkatnya pajak penumpang pesawat udara di Inggris, yang akan segera meningkat lagi pada April 2012 telah memaksa kami untuk menarik operasi kami dari Eropa,” kata Azran.Penerbangan AirAsia X dari Kuala Lumpur ke London dilayani enam kali seminggu akan berhenti beroperasi setelah penerbangan terakhir pada 31 Maret 2012. Dari Kuala Lumpur ke Paris, penerbangan empat kali seminggu akan berhenti beroperasi setelah penerbangan terakhir pada 30 Maret 2012.Aturan  Eroupe Union Emissions Trading Scheme (ETS) dan berlaku di 27 negara anggota Uni Eropa tersebut mengharuskan tiap-tiap maskapai penerbangan yang menuju ke Eropa maupun terbang keluar Eropa untuk melaporkan emisi karbon dari armadanya masing-masing. Peraturan ini berlaku mulai Januari 2012.China secara resmi menyatakan sikap akan memboikot aturan emisi gas CO2 yang dikeluarkan oleh pesawat baik yang terbang ke dalam maupun ke luar wilayah Uni Eropa yang resmi berlaku mulai bulan ini.Seperti dikutip dari situs surat kabar Partai Komunis China, People Daily, jubir Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei menyatakan Beijing menolak penerapan skema ETS. “China menolak penerapan aturan tersebut.”Hong menyatakan China berharap Uni Eropa akan menanggapi sikap yang diambil China dan keberatan yang telah disampaikan oleh negara-negara lain.China secara tegas menuding, aturan yang dikeluarkan Eropa merupakan bagian dari persaingan usaha yang tidak sehat karena aturan ini secara sepihak memaksa maskapai menggunakan pesawat terbang buatan konsorsium Eropa, Airbus.Jubir aksi iklim Uni Eropa Ishak Valero-Ladron seperti dikutip dari ABC.net,au menyatakan skema ETS dibenarkan dan tidak melanggar hukum internasional maupun prinsip kedaulatan. “Jika China ingin melakukan bisnis di Eropa, mereka harus memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan.”Andrew Herdman, Direktur Jenderal Asosiasi Penerbangan Asia Pasifik menilai Eropa mempersulit pemenuhan pasar penerbangan internasional dan sekarang membuka resiko perang dagang."Banyak negara seperti Amerika, China, India dan lain-lain telah menyampaikan keberatan mereka,” kata Herdman. Hal ini, lanjutnya telah dibahas di Organisasi Penerbangan Sipil Internasional yang merupakan lembaga resmi di bawah PBB yang bertanggung jawab atas kebijakan penerbangan.Aturan ETS menyatakan jika laporan emisi karbon dari salah satu maskapai penerbangan melebihi batas yang diperbolehkan, maka maskapai penerbangan tersebut harus membayar denda.Asosiasi Angkutan Udara AS (Air Transport Association) secara resmi telah menyatakan hukum tersebut tidak akan bisa diterapkan karena adanya ketidakadilan penghitungan emisi karbon pada tiap pesawat.Sebagai contoh, ketika sebuah pesawat terbang dari San Fransisco menuju London, maka penghitungan emisi karbon harus dilakukan secara penuh, padahal kemungkinan karbon yang dikeluarkan pesawat di kawasan Eropa hanya sekitar 8,7% saja. Jika hukum tersebut benar-benar diberlakukan, maka industri penerbangan AS diperkirakan harus mengeluarkan biaya hingga US$3,1 miliar untuk membayar denda emisi karbon hingga 2020. (Faa)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tusrisep
Editor : Dara Aziliya

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper