Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri penerbitan hadapi masalah klasik

JAKARTA: Industri penerbitan Indonesia masih sulit berkembang karena menghadapi masalah klasik, terutama pembajakan dan perkembangan tren buku elektronik (e-book) Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Lucya Andam Dewi mengemukakan industri

JAKARTA: Industri penerbitan Indonesia masih sulit berkembang karena menghadapi masalah klasik, terutama pembajakan dan perkembangan tren buku elektronik (e-book) Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Lucya Andam Dewi mengemukakan industri penerbitan di Indonesia jalan di tempat dalam beberapa tahun terakhir karena banyak masalah klasik belum terpecahkan. "Tadi sudah kami sampaikan kepada Wapres mengenai beberapa kebijakan buku yang masih menjadi menghambat. Termasuk minimnya minat membaca buku generasi muda," ujarnya seusai menemui Wapres Boediono, hari ini. Lucya mengatakan pembajakan pada hasil karya tulis ini semakin meningkat dan belum ada upaya serius untuk mencegahnya dari pemerintah maupun kalangan penegak hukum. "Sekarang ini, begitu buku baru keluar, bajakannya sudah marak beredar. Ini merugikan penerbit dan penulis," tambahnya. Selain itu, kemajuan teknologi juga mulai menggeser cara membaca sebagian masyarakat perkotaan dengan mengakses buku elektronik di Internet. Tren buku elektronik ini telah menekan penjualan di toko buku. Sekjen Ikapi Husni Syawie mengatakan omzet industri penerbitan di Indonesia mencapai Rp5 triliun per tahun. Menurut dia, angka ini masih kasar berdasarkan transaksi yang tercatat di toko buku. Namun, kata dia, dalam tiga tahun omzetnya tidak pernah beranjak naik. "Bahkan tahun ini cenderung turun," kata Husni penerbit dari PT Serambi Ilmu Semesta. Kondisi industri penerbitan cukup menghawatirkan karena masih dianggap sebagai perusahaan komersial yang penuh dengan pungutan pajak. Padahal, kata dia, industri ini juga mengandung unsur edukatif dan berperan mencerdaskan bangsa. Beragam masalah ini berimbas pada menurunnya minat penulis karena mereka sering menerima royalti yang minim. Akibatnya jumlah buku berkualitas yang dicetak di Indonesia semakin minim. (tw)  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nadya Kurnia

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper