Agus D. W. Martowardojo menjelaskan aturan tersebut tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) yang telah ditandatanganinya, tetapi masih menunggu harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk penerbitannya.
Dengan adanya beleid tersebut, pengenaan bea masuk atas impor film tidak lagi mengenal nilai pabean yang merujuk pada royalty.
Per hari kemaren kami ubah sistemnya menjadi yang tadinya sistem persentase atau ad volarum menjadi spesifik. Tarif spesifiknya itu adalah nilai spesifik dikalikan lamanya durasi dari pada film
tersebut. Tarifnya itu di kisaran Rp21.000 sampai Rp22.000 per menit per copy, ujar dia di kantornya, hari ini.
Agus mengatakan aturan tersebut tidak berlaku surut, sehingga tiga importir film yang menunggak bea masuk atas royalty, wajib memenuhi kewajibannya.
Ada tiga importir yang memang terbukti tidak menjalankan (kewajiban) dengan tertib, itu kami tegur dan kami minta untuk membayar seperti hasil audit, tegasnya.
Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal, menjelaskan PMK baru tersebut hanya mengatur tentang penyederhanaan bea masuk. Sementara ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dalam rangka impor masih mengikuti ketentuan lama.(api)