Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melihat peluang Indonesia untuk merebut pangsa pasar tekstil dan alas kaki di Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya dikuasai Vietnam dan China.
Optimisme tersebut lantaran tarif resiprokal impor ke AS yang dikenakan atas barang asal Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan kedua negara tersebut. Indonesia dikenakan tarif respirokal sebesar 32%, sedangkan Vietnam 46% dan China 34%.
Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Indonesia masih dapat bernegosiasi untuk menekan tarif ekspor ke AS khususnya produk pakaian dan alas kaki.
"Khusus untuk pakaian dan alas kaki, bagi Amerika ini bukan termasuk yang strategis, jadi ini bisa dinegosiasikan, kemarin Nike dan beberapa perusahaan minta untuk Zoom langsung dengan kami," ujar Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).
Dengan pengenaan tarif tinggi ke negara kompetitor, seperti Vietnam, China, Kamboja, Bangladesh, dia melihat ada kesempatan bagi Indonesia untuk menggantikan penguasaan market komoditas tersebut di AS.
Terlebih, Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah penawaran untuk AS sebagai upaya negosiasi penurunan tarif. Airlangga pun berharap negosiasi dapat membuahkan kesepakatan tarif ekspor ke AS yang lebih rendah.
Baca Juga
"Kalau kita lihat dari negara pesaing kita China, Vietnam, Kamboja, Bangladesh, tarifnya lebih tinggi dari kita ini ada kesempatan kita untuk me-replace mereka demikain pula di sepatu kita lebih rendah tarifnya daripada China dan Vietnam," tuturnya.
Lebih lanjut, Airlangga juga mengungkap optimismenya dalam menangkap peluang untuk meningkatkan kapasitas produk dan efisiensi produk. Dia menuturkan bahwa produk alas kaki Indonesia rata-rata dijual dengan harga US$15-US$20 per pieces dengan bea masuk US$6 per pieces.
"Padahal harga beli di sana US$70-US$80 jadi dampaknya tidak sebesar 30%. Baju pun demikian, kita US$20-US$25 bahkan itu gap maupun yang lain, nah dijualnya di sana US$80-US$100, jadi dampaknya mungkin tidak seberat yang kita pikirkan," pungkasnya.
Di sisi lain, dia juga menekankan bahwa ekspor RI ke AS hanya sebesar 2,2% dari total produk domestik bruto (PDB), sementara ekspor Vietnam ke AS merupakan 33% dari PDB.
"Mereka bergantung daripada ekspor sehingga kita bisa menahan akibat daripada perekonomian kita. Amerika bukan satu-satunya market yang membuat kita susah," jelasnya.