Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Khudori

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) dan Komite Pendayagunaan Pertanian (KPP)

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Kuota Impor Beras 5,1 Juta Ton

Semula kuota impor beras 3,6 juta ton kemudian ditambah jadi 5,17 juta ton, jauh dari impor beras 2023: 3,06 juta ton.
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Untuk me­­­nam­­­bal penurunan produksi beras tahun ini, Pe­­­­merintah me­­­­rencanakan impor 5,17 juta ton. Dari jumlah itu Bulog sudah me­­­ngantongi izin impor 3,6 juta ton.

Menurut Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy saat rakor pengendalian inflasi daerah, Senin (24/6/2024), rencana impor sebesar itu tertuang di neraca pangan nasional Januari—Desember 2024 yang dibuat institusinya.

Semula kuota impor beras 3,6 juta ton kemudian ditambah jadi 5,17 juta ton, jauh dari impor beras 2023: 3,06 juta ton.

Meskipun tak ada penolakan dari publik, kuota impor beras kali ini tetap memicu tanya: mengapa kuota impor 5,17 juta ton?

Apakah kuota 3,6 juta ton beras belum cukup? Bagaimana produksi beras domestik: apakah produksi tak mencukupi konsumsi?

Apakah ini ada kaitan dengan situasi menakutkan mutakhir yang disampaikan, pemerintah—baik Presiden Jokowi maupun menteri—ihwal perlunya memahami situasi “neraka iklim”, “kelaparan berat”, dan yang lain. Suhu panas ekstrem di India hingga 43 derajat Celcius atau suhu 51 derajat Celcius saat jemaah haji wukuf di Arafah bahkan menjadi referensi.

Aneka pertanyaan ini tak bisa dilepaskan dari posisi ekonomi-politik beras. Posisi ini berbeda dari komoditas pangan lain. Dari sisi konsumsi, partisipasi konsumsi beras di Indonesia saat ini hampir sempurna: 100%. Dari sisi gizi dan nutrisi, beras relatif unggul dari pangan lain. Seluruh bagian beras bisa dimakan, kandungan energinya 360 kalori per 100 gr, dan protein 6,8 gr per 100 gr.

Pangsa beras pada konsumsi energi per kapita (intake) mencapai 54,3%, dan 40% sumber protein warga dipenuhi dari beras. Implikasi kondisi ini, pemerintah harus menjamin ketersediaan beras kapan saja dan di mana saja.

Dari sisi produsen, usahatani padi melibatkan 13,155 juta rumah tangga, tertinggi di antara komoditas lain. Dalam pengeluaran rumah tangga miskin, beras dominan: rerata 21,5% dari total pengeluaran. Jika harga beras naik, jumlah warga miskin pasti bakal membengkak. Mereka yang hanya sejengkal di atas garis kemiskinan potensial jadi orang miskin baru.

Makanya, di Indonesia dan sebagian besar negara di Asia—berkepentingan dengan beras, tidak saja sebagai komoditas upah, tetapi juga komoditas politik.

Ketika pasokan terbatas, harga beras bisa melejit lalu terjadi panic buying. Situasi politik bisa guncang jika pemerintah tak kuasa mengontrol. Pendek kata, beras merupakan komoditas strategis karena jadi penopang tripel ketahanan: pangan, ekonomi, dan politik nasional.

Dalam konteks seperti ini, langkah pemerintah merencanakan kuota impor 5,17 juta ton bisa dipahami. Seperti dijelaskan Sarwo Edhy, pemerintah perlu mengantisipasi penurunan produksi beras tahun ini. Bapanas, seperti tertuang dalam neraca pangan 2024 (versi Mei), memproyeksikan produksi beras tahun ini 31,57 juta ton, turun dari proyeksi sebelumnya 32 juta ton (versi April). Proyeksi ini tergolong optimistis. Selain lebih tinggi dari produksi tahun lalu (31,1 juta ton), proyeksi ini berkebalikan dengan situasi produksi riil beras semester I/2024 yang menurun. Padahal, 60%—65% beras diproduksi di semester I.

Merujuk data Kerangka Sampel Area BPS, produksi beras Januari—Agustus 2024 diperkirakan sebesar 21,38 juta ton, lebih rendah 2,25 juta ton beras dari periode yang sama tahun 2023. Produksi beras menurun karena luas panen menurun 588.000 hektare (ha). Sialnya, konsumsi naik dari 20,38 juta ton pada Januari—Agustus 2023 jadi 20,57 juta ton di Januari-Agustus 2024.

Ini membuat surplus produksi Januari—Agustus 2024 dikurangi konsumsi di delapan bulan yang sama hanya 0,81 juta ton beras, lebih rendah dari periode sama tahun lalu: 3,25 juta ton. Perbedaan surplus tahun ini dibanding tahun lalu: 2,44 juta ton beras, setara konsumsi sebulan. Catatannya, data produksi Juni—Agustus masih perkiraan.

Diakui atau tidak, produksi beras tahun ini dihadapkan pada situasi tidak mudah. “Ekor” El Nino tahun lalu masih terasa dampaknya di semester I tahun ini. Ketika saat ini El Nino di posisi netral, musim kemarau datang. Memang ada peluang La Nina lemah di Juli sampai akhir 2024.

Ini berpeluang membuat kemarau lebih basah. Seberapa besar La Nina menambah luas tanam dan luas panen padi? Amat tergantung kesiapan pemerintah: pusat dan daerah. La Nina tiga tahun berturut-turut (2020—2022) terbukti tidak menambah luas panen. Pompanisasi dan optimalisasi lahan tadah hujan belum bisa ditebak hasilnya.

Dalam kondisi seperti ini, Jokowi memutuskan memperpanjang bantuan pangan beras: dari 6 jadi 12 bulan. Ini membuat beras yang disiapkan Bulog naik dua kali lipat alias jadi 2,64 juta ton. Di sisi lain, stok beras Bulog per 30 Juni 2024 hanya 1,63 juta ton.

Hingga 30 Juni 2024, Bulog sudah menyalurkan bantuan pangan beras 1,22 juta ton dan operasi pasar (SPHP) 0,8 juta ton. Dengan asumsi jumlah beras operasi pasar hingga akhir tahun 1,2 juta ton dan tambahan penyerapan domestik 0,15 juta ton, stok Bulog masih kurang 0,033 juta ton. Kekurangan beras ini harus diisi dari impor.

Sampai 30 Juni 2024, Bulog sudah mengimpor 2 juta ton beras. Agar stok akhir tahun 2024 sebesar 1,2 juta ton beras, Bulog masih harus merealisasikan impor 1,3 juta ton (dibulatkan). Jadi, masih tersisa 1,87 juta ton dari total kuota impor 5,17 juta ton.

Stok akhir tahun 1,2 juta ton beras ini digunakan untuk berjaga-jaga 3-4 bulan, baik buat bantuan beras maupun operasi pasar, terutama saat musim paceklik di awal 2025. Sudah tentu kalkulasi ini bisa berubah ketika asumsi-asumsi melenceng dan pasar bergerak liar diluar prediksi. Karena itu pemantauan dan evaluasi secara saksama mesti terus dijaga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Khudori
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper