Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Proyek BUMN hingga Dividen Tebal Bank

Kinerja perusahaan pelat merah beragam isu ekonomi bisnis dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id. Berikut intisarinya:
Ilustrasi-Canva
Ilustrasi-Canva

Bisnis, JAKARTA—Nasib penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur tengah diujung tanduk usai utang menggunung BUMN Karya. Bank Himbara pun akan membatasi pinjaman kredit kepada BUMN Karya. Oleh karena itu, memang diperlukan jurus jitu agar pembangunan proyek tetap berjalan.

Kinerja perusahaan pelat merah menjadi  salah satu isu yang dikemas secara analitik dan mendalam di BisnisIndonesia.id. Berikutnya juga dirangkum beberapa isu ekonomi bisnis pilihan lainnya dalam Top 5 News BisnisIndonesia.id  Rabu (9/8/2023).

1. Nasib Penyelesaian Proyek Infrastruktur BUMN di Ujung Tanduk

Kinerja BUMN pelat merah tengah menjadi sorotan di tengah himpitan lilitan utang jumbo. Bahkan, beberapa perbankan memutuskan untuk menghentikan pinjaman ke perusahaan-perusahaan pelat merah di bidang konstruksi tersebut.

Pada akhir Mei kemarin, Menteri BUMN Erick Thohir pernah menyebutkan utang para BUMN karya kepada Himpunan Bank Milik Negara atau Himbara turun dari Rp120 triliun menjadi Rp70 triliun. Ketua Dewan Komisioner Otorita Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan total kredit seluruh bank ke BUMN Karya mencapai Rp46,21 triliun.

“Pinjaman bank-bank kepada BUMN karya menurut catatan yang kami miliki, secara total kredit seluruh bank kepada BUMN karya adalah sebesar Rp46,21 triliun,” ujarnya dikutip Selasa (8/8/2023). 

Berdasarkan catatan Bisnis, emiten BUMN Karya seperti PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT PP (Persero) Tbk. (PTPP), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) mencatatkan total utang hingga Rp223,7 triliun per kuartal I/2023.

Utang BUMN Karya itu meningkat 3,8 persen jika dibandingkan utang per akhir Desember 2022 sebesar Rp215,5 triliun. Adapun, WSKT menjadi emiten BUMN karya dengan utang paling besar, yakni Rp84,3 triliun per kuartal I/2023. Kemudian, total liabilitas WIKA Rp55,76 triliun, PTPP Rp43,81 triliun, dan ADHI Rp30,29 triliun.

Menteri BUMN Erick Thohir akan membatasi Himbara memberikan pinjaman kepada BUMN Karya. Nantinya pinjaman akan diberikan berdasarkan proyek. Saat ini, Kementerian BUMN bersama Pimpinan Himbara dan Pimpinan BUMN karya sedang berembuk terkait pinjaman Himbara kepada BUMN Karya. 

2. Menjaga Fokus Fintech Grup Astra Salur Modal Sektor 'Wong Cilik'

Fintech peer-to-peer (P2P lending) Grup Astra menjaga fokus kinerja pada penyaluran modal untuk sektor produktif, khususnya usaha kecil dan menengah.

Fintech yang dimaksud merupakan perusahaan hasil patungan dari PT Astra International Tbk. (ASII) dengan WeLab, PT Astra Welab Digital Arta (Maucash).

Hingga akhir 2023, Maucash membidik pembiayaan senilai Rp2 triliun hingga akhir 2023.CEO Maucash Ricky Gunawan mengatakan saat ini realisasi yang telah dicapai perusahaan telah melampaui separuh dari target pada semester I/2023.

 “Target pembiayaan ada sekitar Rp2 triliun sampai akhir tahun. Saat ini kami on the track, setengah lebih dari target, itu gradual naik sampai akhir tahun,” kata Ricky usai ditemui di acara Media Gathering Astra Financial di Menara Astra, Jakarta, Senin (7/8/2023).

Dia berujar saat ini portofolio Maucash didominasi oleh penyaluran ke sektor produktif seperti UMKM yang mencapai 80 persen. Perusahaan memproyeksikan portofolio ini akan bertahan hingga akhir tahun ini. “Kami fokus banyak di permodalan ke UMKM. Cukup banyak yang disalurkan ke UMKM. Intinya dibandingkan tahun lalu, produktif kita lebih meningkat,” ujarnya.

3. Momentum Tepat Emisi Surat Utang Korporasi

Turunnya imbal hasil acuan Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun memberikan ruang yang lebih luas bagi korporasi untuk menerbitkan surat utang dengan bunga lebih ringan. Hal ini bakal berimbas pada penurunan biaya dana korporasi dan meningkatkan margin laba.

Penerbitan surat utang masih menjadi alternatif pendanaan yang menarik, terutama untuk perusahaan yang berencana ekspansi pada masa pemulihan.

Secara tahun berjalan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat realisasi emisi obligasi dan sukuk korporasi mencapai Rp74,1 triliun dari 47 perusahaan. Realisasi tersebut hampir separuh dari realisasi setahun penuh pada 2022 yakni Rp156,33 triliun.

Maraknya penerbitan obligasi dan sukuk korporasi juga mendapatkan dukungan dari kondisi pasar surat utang yang menguat. Hal itu tecermin dari imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) acuan tenor 10 tahun pada kisaran 6,3 persen dan berpotensi melandai ke 6,1 persen.

Melandainya imbal hasil ini akan memangkas biaya dana bagi korporasi yang ingin mencari dana segar lewat emisi obligasi dan sukuk.

Senior Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, mengemukakan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun yang lebih rendah daripada tahun lalu menjadi katalis positif bagi penerbitan obligasi korporasi pada sisa 2023.

4. Sinyal Asa Pemulihan Ekonomi China Makin Pudar

Kinerja perdagangan China terkontraksi cukup dalam akibat permintaan yang lemah. Hal itu ditambah dengan tren deflasi yang meningkat karena pelaku usaha mulai memangkas harga akibat tekanan ekonomi.  

Momentum menguatnya permintaan akhirnya memudar akibat lemahnya kepercayaan dan permintaan domestik. Ekspor China pada Juli 2023 dilaporkan terkontraksi sebesar 14,5 persen (year-on-year/yoy), jauh lebih rendah dibandingkan penurunan pada Juni 2023 yang mencapai 12,4 persen (yoy). 

Adapun impor China juga terkontraksi sebesar 12,4 persen (yoy) pada Juli 2023, dibandingkan dengan kontraksi 6,8 persen pada bulan sebelumnya. 

Alih-alih kenaikan harga, kejatuhan kinerja dagang justru dibarengi dengan pelemahan harga yang jarang terjadi. Ternyata hal itu menunjukkan kurangnya permintaan. 
Kepala ekonom Pinpoint Asset Management Ltd. Zhang Zhiwei mengatakan ekspor China mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut pada Juli 2023, yang menjadi cerminan dari lemahnya permintaan domestik. Penurunan ini adalah yang terburuk sejak Januari.

5. Kala OJK Tak Nyaman dengan Dividen Tebal Perbankan

Rasio pembagian dividen perbankan yang akhir-akhir ini cukup tinggi rupanya menimbulkan kekhawatiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Meski bank menjamin kondisi keuangannya stabil, dividen yang terlalu jumbo dikhawatirkan mengurangi kemampuan mereka untuk meredam risiko.

Atas dasar itu, OJK pun akan mengatur mengenai transparansi pertimbangan bank menebar dividen kepada pemegang sahamnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa dalam hal pembagian dividen, OJK sebenarnya tidak mengatur mengenai persentase besaran atau dividend payout ratio yang dapat diberikan oleh bank kepada pemegang sahamnya.

"Namun, sebagai salah satu bentuk transparansi dalam penerapan tata kelola yang baik terhadap seluruh pemangku kepentingan, OJK akan mengatur mengenai kewajiban bank untuk memiliki kebijakan pembayaran dividen dan mengkomunikasikannya kepada pemegang saham," ujar Dian dalam jawaban tertulis beberapa waktu lalu.

Kebijakan dividen bank nantinya diarahkan untuk memuat antara lain, pertimbangan bank baik internal maupun eksternal dalam menetapkan besarannya. Kemudian, bank diarahkan secara proporsional mempertimbangkan kepentingan bank dan kepentingan para pemegang saham atau inves
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : BisnisIndonesia.id

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper