Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI menyatakan dibutuhkan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang sangat besar untuk mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) sawit petani. Sebab, jika ekspor meningkat 1 persen hanya akan mendongkrak harga TBS sebesar 0,33 persen.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI Euginia Marganugraha mengatakan saat ini harga pokok produksi (HPP) Rp2.250 TBS Rp2.250. Dengan harga TBS rata-rata saat ini Rp861/kg, maka dibutuhkan 17 kali lipat agar sebanding dengan HPP.
“Jadi dibutuhkan ekspor tinggi sekali sampai 1.740 persen atau 17 kali lipat. Simulasi 2 cukup 5 kali lipat jika diambil harga TBS awalnya Rp1.260/kg,” ujar Euginia dalam diskusi virtual, Senin (1/8/2022).
Dia mengatakan dengan adanya pelarangan ekspor 28 April 2022 hingga 22 Mei, maka upaya peningkatan harga TBS akan sulit. Ekspor CPO terendah Indonesia sebesar 1,3 juta ton pada medio April 2014 silam dan terbesar pada Agustus 2021 sebesar 4,27 juta ton.
“Dengan harga TBS yang diharapkan Rp2.000/kg, dengan harga TBS awal Rp1.370/kg maka, dengan meningkatkan kapasitas ekspor 200 kali lipat itu bisa sesuai harapan petani yaitu Rp2.000/kg,” ujar Euginia.
Menurut dia, jika harga TBS petani swadaya lebih rendah dibanding petani plasma itu persoalan tersendiri. “Jadi persoalan disparitas harga ini juga harus diperhatikan agar petani swadaya mendapatkan harga yang sesuai,” tuturnya.
Ada beberapa hal, kata Euginia, agar hal itu bisa diatasi. Di antaranya lewat produktivitas yang ditingkatkan, ketergantungan dengan perantara pedagang dikurangi, dan petani swadaya dilindungi harga patokan TBS.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor CPO dan turunannya (HS 15) pada Juni 2022 sebanyak 2,17 juta ton, meningkat dari Mei 2022 yang hanya sebanyak 0,51 juta ton. Nilai ekspor CPO dan Turunannya pada Juni 2022 juga naik 300,66 persen menjadi US$ 3,38 miliar dibandingkan Mei 2022.
Pada Juni 2022, Indonesia paling banyak mengekspor CPO dan turunannya ke China senilai US$ 591,57 juta, Pakistan US$ 454,47 juta, India US$ 273,97 juta, dan Bangladesh US$ 163,75 juta.