Bisnis.com, JAKARTA — Keadilan dan keterjangkauan atau just and affordable menjadi aspek penting dalam upaya transisi energi hijau, baik dalam suatu negara maupun secara global. Faktor pendaan seringkali menjadi kendala bagi banyak negara untuk melakukan transisi energi hijau.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa permasalahan transisi energi di banyak negara adalah kurangnya pendanaan dan ketergantungan terhadap energi fosil. Dalam kondisi itu, diperlukan hasil yang dapat segera dirasakan manfaatnya, berbagai masalah penggunaan energi dapat segera diatasi, dan dengan biaya yang terjangkau.
Menurutnya, sumber pendanaan yang kuat seperti dari Asian Development Bank (ADB) atau dana multilateral lainnya dapat mengatasi masalah di banyak negara tersebut. Namun, dunia internasional harus mampu mendorong keadilan dan keterjangkauan dalam langkah transisi energi hijau.
“Tidak hanya memperhitungkan cost and benefits, tetapi juga memastikan tidak ada yang tertinggal dalam prosesnya. Jika dikelola dengan baik, transisi energi dapat berdampak positif di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup berupa pekerjaan baru dan lapangan kerja yang lebih luas. Sebaliknya, transisi energi juga memiliki risiko pengangguran dan defisit transaksi berjalan,” ujar Airlangga pada Selasa (24/5/2022).
Airlangga telah melakukan pertemuan dengan Executive Director International Energy Agency Dr. Fatih Birol di Davos, Swiss pada Selasa (24/5/2022) tersebut. Dia menjelaskan posisi Indonesia yang menurutnya dapat menjadi episentrum energi baru dan terbarukan (EBT) serta memiliki potensi energi hijau.
Dia pun menyampaikan bahwa kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan, termasuk negara, organisasi internasional, bank pembangunan multilateral, dan individu menjadi aspek penting dalam upaya transisi energi. Indonesia pun akan menempatkan isu transisi energi sebagai satu fokus utama dalam pertemuan G20.
Baca Juga
"Indonesia akan merealisasikan kontribusi energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Ada beberapa sumber EBT yang potensial seperti matahari, air, angin, panas bumi, dan laut. Semua potensi menyumbang 442 GW. Tantangannya adalah keterbatasan jaringan, teknologi, dan pembiayaan, sehingga pembiayaan dan transfer teknologi pada transisi energi menjadi penting," ujar Airlangga.
Menurutnya, Indonesia memandang transisi energi tidak hanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan respons terhadap perubahan iklim, tetapi juga dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Pemerintah kemudian perlu menekankan pentingnya keadilan sosial untuk menciptakan transisi energi yang adil dan terjangkau.
Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda atau common but differentiated responsibilities. Khusus untuk Indonesia, mekanisme keuangan sangat penting dalam proses phase down batu bara di mana Indonesia berkomitmen merealisasikan target ini pada 2060 atau lebih cepat.
“Mobilisasi sumber daya, termasuk sumber daya keuangan dan peningkatan kapasitas, terutama dalam penelitian dan pengembangan, sistem perdagangan emisi, dan subsidi energi terbarukan sangat esensial untuk tujuan ini,” lanjut Menko Airlangga.
Fatih Birol menyatakan terdapat dua kondisi penting yang ada saat ini, yaitu terjadinya krisis energi dan adanya ancaman perubahan iklim. Dia mengapresiasi agenda G20 Energy Transition Working Group (ETWG) yang berorientasi praktis dan dapat mengakomodasi kepentingan semua negara, sehingga menghasilkan gagasan transisi energi yang dapat disetujui pada tingkatan global.