Bisnis.com, JAKARTA — Industri furnitur menilai insentif pembelian rumah sudah berdampak pada permintaan di dalam negeri. Namun, industri Tanah Air lebih optimistis melihat prospek pasar ekspor.
Hal itu selaras dengan data impor furnitur yang naik. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mencatat impor tahun lalu sebesar US$624 juta naik dari periode 2019 sebesar US$594 juta.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan meski begitu produsen di dalam negeri juga mengalami peningkatan pertumbuhan ekspor yang signifikan sejak kuartal IV/2021 ke pasar Amerika Serikat (AS), secara total ekspor tumbuh 5 persen.
"Berdasarkan prediksi kami tahun ini masih akan tumbuh terutama ke zona AS karena pertumbuhan permintaan ke negeri ini terus meningkat bahkan proyeksi hingga 2024 masih terus positif," katanya kepada Bisnis, Senin (26/4/2021).
Sobur menyebut hal itu lantaran penurunan ekspor dari China hingga US$25 miliar. Oleh karena itu, peluang produsen furnitur dalam negeri untuk bisa mengambil pasar AS. Saat ini Vietnam, Malaysia, Kanada, dan Meksiko tercatat sudah berlomba-lomba meningkatkan pasarnya ke sana.
Sementara itu, tantangan produsen dalam negeri justru dalam memaksimalkan selera dan permintaan domestik sendiri. Sobur mengindikasi hal itu karena keahlian dan spesialisasi target pasar yang sudah dimiliki masing-masing produsen.
"Alhasil, lihat saja IKEA sudah buka di Bandung, Informa makin getol, juga brand lainya terus tumbuh menjadikan tren data impor naik," ujar Sobur.
Oleh karena itu, Sobur mengharapkan pemerintah dapat memberikan dukungan industri berupa insentif fiskal dan bunga murah, subsidi peremajaan alat untuk percepatan dan efisiensi. Selain itu, penegakan hukum untuk ilegal loging dan ilegal rotan yang masih marak karena cukup membuat produsen sulit mendapatkan pasokan bahan baku.