Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus menggodok rencana pembentukan holding panas bumi yang melibatkan tiga BUMN.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana berharap agar pembentukan holding tersebut bisa mendorong efisiensi pengembangan panas bumi.
"Kementerian ESDM tidak ikut pembahasan tersebut. Tapi kalau dilihat di Undang-Undang Dasar maupun UU Panas Bumi, panas bumi sifatnya dikuasai negara, beda dengan EBT lain. Saya kira kalau holding terjadi harapan kami bisa dorong efisiensi, dividen, royalti akan makin baik kontribusinya ke negara dan masyarakat," ujar Dadan dalam sebuah webinar, Kamis (11/3/2021).
Holding tersebut rencananya akan menggabungkan anak usaha PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang bergerak di sektor panas bumi, yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan PT PLN Gas & Geothermal, serta BUMN panas bumi, yakni PT Geo Dipa Energi (Persero).
Dalam pembentukan holding ini, tutur Dadan, struktur holding yang berdampak pada status 'persero' perusahaan yang bergabung menjadi perhatian utama karena berkaitan dengan mekanisme penugasan pengembangan wilayah kerja panas bumi. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang No 12/2014 tentang Panas Bumi yang mengatur bahwa pemerintah dalam melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan pemanfaatan dapat menugasi BUMN/BLU di sektor panas bumi.
"Yang jadi concern apa struktur holdingnya. Ada contoh MIND ID, tapi status semua masih sebagai BUMN. Jadi tidak diturunkan statusnya. Di dalam UU panas bumi, ada pengecualian untuk BUMN. Nanti ada sedikit dari sisi pengaturannya kalau nanti status berubah," katanya.
Sementara itu, Kementerian ESDM mencatat sekitar 94 persen kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia dikembangkan oleh BUMN, baik pengembangan sendiri (799,5 MW) atau melalui skema kontrak operasi bersama (1.203,8 MW).