Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono mengatakan pelaku industri sepatu dalam negeri mulai bergerak mencari pasar ekspor baru seperti Jepang dan Korea Selatan.
Dia mengemukakan hal itu terkait dengan perlunya upaya untuk meningkatkan geliat industri tersebut yang terkena imbas atas melemahnya pasar ekspor global akibat hantaman pandemi Covid-19.
"Pelaku industri, termasuk industri sepatu, sudah mulai bergerak ke pasar ekspor baru seperti Jepang dan Korea Selatan sebagai negara yang perekonomiannya mulai bergerak," kata Handito kepada Bisnis pada Minggu (8/11/2020).
Industri sepatu Indonesia selama ini mengandalkan pasar-pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara di Asia sebagai basis tujuan ekspor.
Dengan upaya mencari pasar ekspor baru, ujar Handito, diperkirakan pada akhir tahun permintaan dari pasar ekspor terhadap industri sepatu Indonesia mulai bergerak.
"Selama ini perusahaan-perusahaan dalam negeri masih wait and see. Namun, melihat indikasi positif yang ada, kami perkirakan permintaan mulai muncul," lanjutnya.
Sebagai informasi, dampak krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 terhadap pasar ekspor global turut berdampak terhadap industri sepatu Tanah Air. Salah satu implikasinya adalah PHK yang dialami oleh sekitar 1.800 pekerja di pabrik sepatu Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, belum lama ini.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie, target pertumbuhan ekspor untuk industri sepatu di Indonesia masih jauh dari patokan awal, baru 7 persen pada September 2020, sedangkan target tahunan yang diestimasikan pada akhir 2019 lalu lebih dari 13 persen.
Meski sampai dengan September 2020 kondisinya dikatakan jauh lebih baik dari periode Mei–Juli 2020, di mana belum ada order anyar yang masuk untuk pasar ekspor, situasi industri belum 100 persen pulih.
Dia mengemukakan selisih yang cukup jomplang antara target tahunan dengan realisasi sampai dengan September menyebabkan overcapacity. Firman mengakui sebagai bagian industri padat karya, kondisi tersebut membuat beban industri untuk mengongkosi tenaga kerja sangat besar.