Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jamu Melejit, Industri Hulu Hingga Hilir Menuai Legit

Kinerja industri jamu diklaim memiliki peningkatan signifikan akibat pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal tahun ini. Sektor hulu dan hilir terkait pun menuai berkah yang semakin legit.
Perajin minuman jamu, Rizki Murtikasari, memproduksi jamu di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sejahtera Jaya, Simbangdesa, Tulis, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (8/11/2019)./ANTARA FOTO-Harviyan Perdana Putra
Perajin minuman jamu, Rizki Murtikasari, memproduksi jamu di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sejahtera Jaya, Simbangdesa, Tulis, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (8/11/2019)./ANTARA FOTO-Harviyan Perdana Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja industri jamu diklaim memiliki peningkatan signifikan akibat pandemi Covid-19 yang melanda sejak awal tahun ini. Sektor hulu dan hilir terkait pun menuai berkah yang semakin legit.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan rerata pengusaha mencatat penjualan telah meningkat hingga 50 persen kendati tak luput dari bayang-bayang pelemahan daya beli masyarakat akibat pelemahan ekonomi saat ini.

Tak hanya penjualan pengusaha eksisting, menurut Ranny pandemi juga membuat masyarkat semakin kreatif meracik berbagai rempah dan membuka usaha rumahan dengan berbagai produk varian jamu.

"Jamu memang sedang melejit sekarang, manfaatnya pun sudah dirasakan dari penjualan bahan baku oleh petani yang menanam berbagai tanaman obat-obatan. Bahkan ada satu petani yang hasil tanamannya khusus di ekspor," katanya kepada Bisnis, Jumat (6/11/2020).

Ranny mengemukakan Indonesia merupakan negara dengan biodiversity terbesar kedua di dunia dengan lebih dari 30.000 jenis tumbuhan, 7.000 tumbuhan berkhasiat obat, dan lebih dari 2.500 jenis unggulan tanaman obat.

Namun, belum semua termanfaatkan dengan baik karena keterbatasan akses penelitian hingga kemampuan produksi yang relevan untuk kebutuhan modern saat ini. Pasalnya, peluang pasar hasil tanaman rempah selain untuk jamu juga sangat terbuka lebar mulai untuk industri makanan dan minuman, non pangan, kecantikan, dan lainnya.

Adapun mengacu pada data Kementerian Perdagangan, saat ini peningkatan permintaan hasil rempah di Tanah Air juga cukup menggembirakan.

Selama periode April hingga Juni atau kuartal II/2020 permintaan lada utuh naik 18,7 persen atau US$40,88 juta, Cengkeh naik 17,04 persen atau US$37,26 juta, Pala 12,11 persen atau US$26,47 juta, Bubuk Kayu Manis 11,61 persen atau US$25,38 juta, dan Mace 8,54 persen atau US$18,67 juta.

"Lalu kalau berbicara negara tujuan ekspor jamu saat ini sudah menembus 26 negara. Begitu pula dalam bentuk tanaman obat dan rempah-rempah saat ini Inodnesia masih melakukan ekspor untuk sejumlah negara yang bahkan memiliki kekayaan rempah seperti India dan China," kata Ranny.

Adapun di dalam negeri saat ini tercatat ada 846 industri jamu dengan sekitar 500 industri di antaranya adalah anggota GP Jamu.

Saat ini, pihaknya juga tengah mengupayakan jamu masuk dalam daftar antrean wrisan budaya tak benda oleh UNESCO. Jika tak ada aral melintang, tahun ini GP Jamu akan menyelesaikan berbagai berkas yang diperlukan.

"Sekarang masih ada kekurangan berkas semoga tahun ini rampung dan jamu bisa didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia," kata Ranny.

Menggeliatnya industri hasil rempah khususnya jamu di Indonesia sejalan dengan hasil riset Lembaga Fior Markets yang memproyeksi market produk yang berkaitan dengan suplemen kesehatan secara global akan meningkat hingga 7,4 persen dalam 7 tahun mendatang.

Artinya, valuasi akan meningkat dari US$16,32 miliar pada tahun lalu menjadi sekitar US$29,40 miliar pada 2027 mendatang. Dengan proyeksi tersebut, artinya ke depan bisnis jamu masih berpeluang melesat tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di kancah global.

Head of Matha Tilaar Innovation Centre (MTIC) Bernard T. Widjaja berharap saat ini pengusaha yang baru memulai masuk pada industri pengolahan rempah terus tekun dalam melakukan pengembangan usaha. Pelaku usaha baru dapat memilih segmentasi tertentu yang menjadi fokus utama.

"Kemudian pemanfaatan digital market merupakan salah satu peluang yang dapat dilakukan oleh start-up," katanya.

Di MTIC, lanjut Bernard, saat ini telah memiliki lebih dari 45 paten penemuan inovasi fungsi baru tanaman obat, kosmetik, dan aromatik (OKA) Indonesia sejak 2002. Pengembangan industri dari hulu hingga hilir ini yang terus dijaga perseroan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper