Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Kawasan Industri Indonesia menyebut sejumlah kendala yang masih dihadapi pelaku bisnis nasional untuk mengembangkan kawasan industri ke depan.
Ketua Umum HKI yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar menyatakan bahwa di antara masalah itu yang pertama soal kepastian hukum tentang hak atas tanah.
"Pertama, soal kepastian hukum jangka waktu hak atas tanah. Kawasan industri di Indonesia itu diberikan hak guna bangunan 30 tahun. Setelah itu dapat mengajukan perpanjangan 20 tahun dan bisa lagi diperbarui 30 tahun dengan total 80 tahun," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (22/7/2020).
Dia menjelaskan bahwa kendala ini timbul pada saat harus mengajukan perpanjangan hak guna bangunan (HGB) karena tidak ada kepastian bagi investor yang sudah membangun industri itu bakal mendapatkan perpanjangan hak. Regulasi dimaksud menggunakan kata 'dapat' sehingga pengajuan perpanjangan HGB tersebut ada kemungkinan dapat dikabulkan dan tidak dapat dikabulkan. Belum lagi biaya yang ditimbulkan dari proses perpanjangan itu.
Padahal, katanya, dibandingkan dengan negara lain dalam aturan pengelolaan kawasan industri, investor bisa mendapatkan hak pengelolaan selama 80 tahun—90 tahun secara langsung tanpa perlu perpanjangan sehingga ada kepastian investasi yang sudah ditanam dapat dikelola dalam jangka panjang.
Kedua, terkait tarif utilitas kawasan industri yang berbeda-beda, terutama untuk tarif gas industri. HKI berharap agar pelaku industri seharusnya bisa mendapatkan tarif US$6 per MMBtu.
Baca Juga
"Sekarang itu kami masih kena di harga 7—8 [US$/MMBtu], bahkan ada beberapa yang 10 juga. Ini harusnya tarif gas itu sama untuk industri seperti harga listrik yang dikenakan ke industri," ujar Sanny.