Bisnis.com, JAKARTA - Kendala penyaluran bantuan sosial (bansos) dan tumpang tindih dipastikan bakal banyak terjadi dalam penyaluran bansos sebagai social safety net di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 yang baru saja dipublikasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI baru-baru ini, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) masih kurang akurat bila dijadikan sebagai dasar penyaluran bansos.
BPK RI mencatat pelaksanaan veridikasi dan validasi DTKS masuh belum memadai untuk menghasilkan data input yang berkualitas untuk penyaluran bansos.
Permasalah ini timbul karena Kemensos memiliki keterbatasan dalam melakukan koordinasi verifikasi dan validasi yang dilakukan oleh pemda. Secara kewenangan, pemda berada di bawah koordinasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kemensos pun masih belum mempunyai mekanisme untuk memastikan pelaksanaan verifikasi dan validasi sesuai dengan Permensos No. 28/2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.
Anggota III BPK RI Achsanul Qosasi bahkan mengatakan dari hasil pemeriksaan BPK 2018 lalu, hanya 29 dari 514 kabupaten/kota yang tertib melakukan pembaharuan data DTKS. "Sisanya hanya mengesahkan yang ada dan dominan unsur politik di daerah," katanya, Kamis (7/5/2020).
Baca Juga
Dalam IHPS II/2019 BPK RI pun merekomendasikan agar Kemensos dengan Kemendagri atau pemda membuat keputsan bersama mengenai kewajiban dan tanggung jawab Kemensos dan pemda dalam melaksanakan validasi dan verifikasi DTKS.
Hal ini antara lain terkait dengan pemenuhan sarana dan prasarana, peningkatan kompetensi SDM, dan pengalokasian anggaran guna menghasilkan DTKS yang andal untuk mewujudkan penyaluran bansos tepat sasaran.
Masalah data ini sendiri juga diakui oleh pemerintah terkait penyaluran bansos di tengah wabah Covid-19 yang anggarannya ditambah hingga Rp110 triliun.
"Banyak yang tanya apakah ada kemungkinan penyaluran bansos akan tumpang tindih? Ada, tapi lebih baik dari pada tidak dapat," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (8/5/2020).
Meski tumpang tindih, perluasan bansos disebut bakal mencakup hampir 60 persen terbawah penduduk Indonesia.
Secara lebih rinci, Program Keluarga Harapan (PKH) bakal disalurkan kepada desil pendapatan satu dan dua, sedangkan kartu sembako bakal menyasar masyarakat pada desil pendapatan satu hingga tiga.
Sri Mulyani mengatakan PKH sudah mencakup 16 persen dari masyarakat terbawah Indonesia, sedangkan Kartu Sembako mencakup 36 persen masyarakat terbawah.
Di luar bansos eksisting tersebut, adapula bansos lain yang sengaja diadakan di tengah wabah Covid-19 bansos tunai non-Jabodetabek, bansos sembako Jabodetabek, BLT, dana desa, dan Kartu Prakerja.
Data Kemenkeu menunjukan keempat bansos ini bakal diterima oleh masyarakat yang termasuk pada desil pendapatan empat hingga enam.
Cakupan bansos yang akan digulirkan oleh pemerintah ini pun masih belu menghitung bansos yang hendak digulirkan oleh pemda kepada masyarakat di wilayahnya masing-masing.
Berdasarkan data terakhir per 8 Mei 2020, bansos yang hendak digulirkan oleh pemda kepada masyarakat di daerahnya masing-masing mencapai Rp18,88 triliun.
Nominal ini masih berpotensi betambah mengingat masih banyak pemda yang belum menyelesaikan realokasi APBD untuk penanganan Covid-19.
"Data memang jadi soal dan sistem bansos kita memang perlu dibangun ke depan. Sekarang ini masalahnya buka di anggaran, tapi masalah focussing data," kata Sri Mulyani.