Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kondisi Manufaktur Indonesia Tertekan pada Akhir 2019

Meski sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya di mana PMI Manufaktur tercatat di angka 48,2, hal ini menunjukkan bahwa kondisi sektor manufaktur Indonesia masih dalam keadaan tertekan pada akhir tahun.
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko

Bisnis.com, JAKARTA - Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia per Desember 2019 masih tercatat di bawah 50 atau di level 49,5.

Meski sedikit meningkat dibandingkan bulan sebelumnya di mana PMI Manufaktur tercatat di angka 48,2, hal ini menunjukkan bahwa kondisi sektor manufaktur Indonesia masih dalam keadaan tertekan pada akhir tahun.

Secara rata-rata, PMI Manufaktur Indonesia per kuartal IV/2019 masih berada dalam posisi 48,5. Kuartal IV/2019 pun disebut sebagai kuartal yang paling lemah terhitung sejak 2015.

Dengan ini, PMI Manufaktur Indonesia tercatat terus di bawah angka 50 atau dalam level kontraksi dalam satu semester terhitung sejak Juli 2019.

Meski demikian, masih terdapat secercah harapan atas kondisi sektor manufaktur. IHS Markit mencatat tingkat penurunan kondisi sektor manufaktur pada Desember 2019 merupakan yang terlambat dalam 5 bulan terakhir.

Hal ini merefleksikan adanya perbaikan pada produksi, penjualan baru, dan investaris input. Korporasi pun semakin optimistis menyambut iklim usaha tahun depan ditunjukkan oleh kepercayaan diri berbisnis yang lebih baik dibandingkan 6 bulan ke belakang.

Hasil survei mencatat bahwa arus masuk bisnis baru mulai mengalami peningkatan untuk pertama kalinya sejak Juli akibat dorongan permintaan domestik. Kenaikan permintaan domestik pada akhirnya meningkatkan volume produksi untuk pertama kalinya dalam 6 bulan berturut-turut, meski peningkatan produksi masih tercatat marjinal.

"Akan tetapi, harapan kenaikan kuat pada aktivitas pabrik harus ditahan dulu karena indikator survei lain, termasuk penurunan penumpukan pekerjaan, penurunan  pekerjaan, dan inflasi yang tidak berubah menunjukkan bahwa jalan menuju pemulihan masih menantang di tengah-tengah perlambatan global," ujar Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw, Jumat (3/1/2020).

Survei mencatat bahwa pada Desember 2019 masih terdapat penjualan yang gagal sehingga menekan kapasitas operasi. Stok barang jadi juga tercatat masih menumpuk di gudang terhitung sejak delapan bulan lalu. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kelesuan permintaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper