Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Emiten BUMN Tertekan Kondisi Makro

Dari 19 emiten pelat merah yang telah merilis kinerja keuangan, sebanyak 12 entitas membukukan penurunan laba bersih. Terdapat pula 3 emiten yang membukukan rugi bersih, yaitu PT Timah Tbk. (TINS), PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF), dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS).
Konsumen melakukan transaksi di salah satu apotek Kimia Farma. /Bisnis.com
Konsumen melakukan transaksi di salah satu apotek Kimia Farma. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Torehan laba bersih emiten-emiten BUMN sepanjang 9 bulan tahun ini kurang menggembirakan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro global maupun dalam negeri.

Dari 19 emiten pelat merah yang telah merilis kinerja keuangan, sebanyak 12 entitas membukukan penurunan laba bersih. Terdapat pula 3 emiten yang membukukan rugi bersih, yaitu PT Timah Tbk. (TINS), PT Indofarma (Persero) Tbk. (INAF), dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS).

Beberapa emiten yang mencatatkan penurunan laba paling dalam antara lain PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) yang turun sebesar 81,43% secara tahunan, PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) dengan penurunan sebesar 69,29%, dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) dengan penurunan sebesar 43,72%.

Sebanyak 3 emiten pelat merah di sektor perbankan, kompak mencatatkan perlambatan pertumbuhan. Laba bersih PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) hanya tumbuh 5,58% y-o-y, sementara tahun sebelumnya tumbuh 14,45% y-o-y. 

Begitu pula dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. yang laba bersihnya naik 4,68% y-o-y, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu meningkat 12,61% dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. membukukan pertumbuhan laba bersih sebesar 11,93% y-o-y, lebih lambat dari kuartal III/2018 yang sebesar 20,05% y-o-y.

Pertumbuhan laba bersih perusahaan milik negara dialami oleh PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), yang masing-masing tumbuh sebesar 15,65% y-o-y dan 57,17% y-o-y. Pada periode yang sama tahun lalu, laba bersih TLKM terkoreksi 20,59% y-o-y dan WIKA tumbuh 26,06%.

Adapun, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. membalikkan keadaan dari rugi bersih senilai US$114,08 juta menjadi laba bersih senilai US$122,42 juta.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengatakan kinerja emiten-emiten BUMN yang sebagian besar kurang memuaskan tersebut salah satunya disebabkan oleh kondisi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini yang tidak sebaik 2018.

Pada tahun lalu, kuartal II dan kuartal III pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,27% dan5,17%. Sementara pada kuartal II tahun ini, sebesar 5,05% dan pada kuartal ketiga diperkirakan hanya 5,01%.

“Masalah 2018 wacana perang dagang, sementara pada kuartal III sudah masuk implementasi. Kondisi ini memberikan tekanan sektor makro,” katanya Minggu (3/11/2019).

Di sektor perbankan misalnya, para debitur saat terkena tekanan yang cukup kuat maka kemampuan mereka pun turun. Alfred mencontohkan salah satunya adalah Duniatex yang terkena turbulensi dan mempengaruhi kinerja bank BUMN.

Secara spesifik, dia menyebut bahwa kinerja BUMN cukup sensitif dengan kondisi ekonomi dibandingkan dengan perusahaan swasta. Dengan kinerja pada kuartal III/2019, emiten BUMN dinilai belum cukup kuat dari ketahanan fundamental dan operasional.

Alfred berpendapat BUMN yang berada di sektor industri pengolahan atau manufaktur yang relatif mendapatkan tekanan cukup besar pada periode 9 bulan tahun ini. Hal ini terlihat dari kinerja KAEF yang laba bersihnya anjlok dan juga INAF serta KRAS yang masih merugi.

“Dari sisi kinerja atau fundamental ada potensi perbaikan ke depan jika pertumbuhan ekonomi diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi, juga ada kenaikan dari global. Namun, saya khawatir kinerja saham tidak akan inline,” katanya.

Emiten perbankan diproyeksikan bisa meningkatkan kinerja dengan ruang penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Kinerja GIAA dan TLKM juga diyakini akan berlanjut. Dia pun merekomendasikan beberapa saham emiten BUMN seperti TLKM, BMRI, dan BBNI.

Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper Jordan mengatakan untuk sektor konstruksi, kinerja emiten BUMN terutama dipengaruhi oleh perolehan proyek. Menjelang pemilihan presiden lalu, banyak proyek yang pengerjaannya dipercepat sehingga kinerja pada 2018 terlihat tumbuh signifikan.

Selain itu, masih ada pula proyek-proyek yang ditunda tetapi masih dalam tahap perencanaan dan tender, sehingga diperkirakan kinerja baru akan membaik pada tahun depan. “Jadi, yang saya lihat ini bukan masalah pada laba bersihnya saja, tetapi dari pendapatan juga semuanya turun,” katanya

Sementara itu, Corporate Secretary Wijaya Karya Mahendra Vijaya menyatakan laba bersih perseroan bisa naik hingga lebih dari 50% karena efisensi pada kegiatan operasi, salah satunya dengan menggunakan teknologi building information modeling (BIM). Ke depan, selain menggunakan optimalisasi teknologi tersebut, integrasi bisnis backward forward WIKA diyakini akan menjaga profitabilitas.

Walaupun laba bersih meningkat, tetapi pendapatan bersih WIKA justru menurun 12,86% dari Rp21 triliun menjadi 18,30 triliun. Mahendra menjelaskan jika penurunan tersebut dikarenakan yang dicatatkan hanya penjualan non JO, sedangkan penjualan JO tidak dicatat walaupun berkontribusi ke laba.

“Hanya memang, karena ada politik cycle ini pertumbuhan penjualan belum sebesar yang diharapkan,” katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper