Bisnis.com, JAKARTA — Digitalisasi prosedur ekspor Indonesia dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dan laju pertumbuhan ekspor Indonesia.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, saat ini prosedur ekspor di Indonesia belum sepenuhnya berbasis digital. Menurutnya, salah satunya tercermin dari proses pengajuan izin ekspor, laporan pemeriksaan barang hingga kelengkapan syarat ekspor yang masih didominasi dalam bentuk dokumen fisik.
“DIgitalisasi prosedur ekspor sudah mendesak dilakukan saat ini. Pasalnya, dengan digitalisiasi seluruh sistem dan prosedur ekspor, rentang waktu proses pengiriman barang dari Indonesia yang ada saat ini, bisa terpangkas lebih dari separuhnya,” jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (19/9/2019).
Dia mencontohkan, lama waktu ekspor produk tekstil dari tahap pemesanan hingga pengiriman barang kepada konsumen di luar negeri yang memakan waktu antara 90 hari—120 hari.
Dia mengatakan, dengan adanya digitalisasi prosedur ekspor secara keseluruhan, lama waktu ekspor dari pemesanan bisa dipangkas menjadi maksimal 60 hari.
Menurutnya, pemangkasan lama waktu pengiriman barang tersebut akan membuat daya saing produk Indonesia meningkat di mata konsumen.
Terlebih, Indonesia masih memiliki kelemahan dalam hal pengadaan kebutuhan bahan baku penolong yang harus diimpor, sehingga menambah lama waktu produksi hingga pengiriman barang ke luar negeri.
“Kita contoh Singapura, hampir 90% proses dan prosedur ekspor mereka berbasis digital. Eksportir dapat mengakses data dan mengirim dokuman melalui gawainya. Negara seperti Vietnam, Thailand atau Malaysia memang belum sepenuhnya melakukan digitalisasi, namun mereka dimudahkan dalam hal aksesbilitas logistik untuk ekspor, berbeda dengan kita yang masih lemah di sisi logistiknya,” tambahnya.
Benny mengatakan, salah satu proses ekspor yang mendesak untuk didigitalisasi sepenuhnya dalam waktu dekat adalah tahapan survei dan pemeriksaan produk oleh surveyor.
Menurutnya, GPEI akan mendorong perusahaan surveyor yang ada di Indonesia untuk segera melakukan digitalisasi di seluruh tahapan pemeriksaan barang.
Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan Arlinda mengatakan, pemerintah saat ini tengah mengupayakan digitalisasi seluruh proses ekspor di Indonesia. Dia menyadari, digitalisasi prosedur ekspor dapat membuat daya saing produk Indonesia menjadi lebih tinggi.
“Kami sudah upayakan beberapa tahapan ekspor dilakukan secara digital atau dalam bentuk eletronik, bukan fisik lagi. Contohnya penerapan kebijakan surat keterangan asal berbentuk elektronik (e-SKA). Ke depannya tidak menutup kemungkinan prosedur-prosedur lain akan diwajibkan secara elektronik,” ujarnya.
Direktur Utama PT Surveyor Indonesia (Persero) Dian M.Noer mengatakan, perusahaanya telah melakukan sejumlah proses digitalisasi atau automasi dalam sejumlah proses survei terhadap produk barang dan jasa di Indonesia, terutama yang diekspor.
Menurutnya, saat ini PT Surveyor Indonesia (PTSI) telah sudah menerapkan digitalisasi dalam hal penyediaan data master online (DMO) untuk pekerjaan survei mineral batu bara, sistem informasi verifikasi bahan bakar nabati B20, sistem informasi pemantauan kargo bahan bakar minyak (BBM) serta aplikasi laboratorium pelumas.
“Smentara itu, untuk fungsi pendukung lain kami juga melakukan pengembangan dalam bidang e-office, human resources information services (HRIS) dan lain sebagainya," ujarnya.