Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengimbau agar pelaku usaha kehutanan memanfaatkan kawasan hutan tanpa melebihi kapasitas pertumbuhan kayu demi melestarikan nilai ekonominya.
Rufi’i, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK menyampaikan pada prinsipnya pengambilan kayu di hutan tidak boleh melebihi kapasitas pertumbuhan kayu itu sendiri. “Prinsipnya yang diambil tidak melebihi kapasitas pertumbuhannya,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, beberapa waktu lalu.
Menurut data Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) hasil produksi kayu bulat pada 2018 adalah sebanyak 43 juta m3 yang terdiri atas 37,1 juta m3 (Hutan Tanaman Industri) dan 5,9 juta m3 (Hutan Alam).
Adapun, menurut data Ditjen PHPL KLHK, hasil produksi kayu bulat pada 2018 mencapai 48,74 m3 yang terdiri atas 40,14 juta m3 (Hutan Tanaman Industri) dan 8,6 juta m3 (Hutan Alam).
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyampaikan untuk mendapatkan nilai ekonomi yang optimal dalam pemanfaatan lahan tersebut harus diupayakan tiga pendekatan.
“Pertama, optimalisasi pemanfaatan lahan untuk memperoleh penghasilan sebelum masa panen kayu, antara lain melalui pola agroforestry dengan mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman berdaun pendek (semusim),” tuturnya saat dihubungi Bisnis, Senin (4/3/2019).
Agroforestry merupakan suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian.
“Kedua, mendorong industri pengolahan yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi pada setiap rantai nilai di industri primer, industri sekunder dan tersier, untuk mendorong efisiensi dalam pengalokasian sumber daya,” lanjutnya.
Terakhir, meminimalkan limbah penebangan melalui teknik Reduced Impact Longging (pembalakan ramah lingkungan) dan memanfaatkan secara ekonomis limbah hasil penebangan antara lain untuk sumber energi bio massa.