Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Garuda Indonesia Naikkan Tarif Kargo Udara

Maskapai Garuda Indonesia menjelaskan penaikan tarif kargo udara atau surat muatan udara (SMU) semata-mata hanya salah satu upaya maskapai agar tetap bertahan di tengah kenaikan biaya operasional.
Direktur Utama Garuda Indonesia yang baru I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra memberikan keterangan pers usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Garuda Centre, Tangerang, Banten, Rabu (12/9/2018)./ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Direktur Utama Garuda Indonesia yang baru I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra memberikan keterangan pers usai pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk di Garuda Centre, Tangerang, Banten, Rabu (12/9/2018)./ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA -- Maskapai Garuda Indonesia menjelaskan penaikan tarif kargo udara atau surat muatan udara (SMU) semata-mata hanya salah satu upaya maskapai agar tetap bertahan di tengah kenaikan biaya operasional.

Direktur Utama Garuda Indonesia Group IGN Askhara Danadiputra mengatakan biaya pokok kargo udara antara Rp6.000 per kilogram hingga Rp10.000 per kilogram untuk satu jam penerbangan. Tarif tersebut bervariasi bergantung lokasi bandara yang dituju.

"Selama Januari--September 2018, kami hanya menjual Rp1.800 hingga Rp3.000 per kilogram per jam penerbangan, sehingga sudah lama mengalami kerugian yang signifikan. Manajemen memutuskan melakukan penyesuaian tarif yang tidak melanggar regulasi karena semata-mata hanya ingin survive," kata pria yang akrab disapa Ari Askhara, Rabu (6/2/2019).

Seperti diketahui, maskapai pelat merah itu menaikkan tarif kargo udara dari Rp3.000 per kilogram menjadi Rp6.000 per kilogram per jam penerbangan. Penaikan tarif tersebut bertujuan untuk mengkompensasi kenaikan komponen biaya operasional sepanjang 2018 seperti pelemahan mata uang rupiah hingga 13%. Selain itu, harga avtur hingga 39%, dan biaya leasing dan perawatan pesawat.

Seluruh biaya tersebut, imbuhnya, berkontribusi hingga lebih dari 40% dari biaya operasional. Hal tersebut belum ditambah penaikan tarif dari pengelola bandara maupun layanan jasa navigasi antara 10%--133% dalam periode waktu yang sama.

Sebelumnya, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) mengeluhkan kenaikan tarif kargo udara hingga 300% sejak Juni 2018 hinggaJanuari 2019.

Ketua Umum Asperindo Mohamad Feriadi menuturkan kenaikan tarif jasa kurir dalam rentang akhir tahun lalu dan awal tahun ini tetap belum dapat mengompensasi kenaikan tarif kargo udara atau SMU yang dilakukan maskapai penerbangan.

"Biasanya per semester [kenaikannya], pola dulu seperti begitu, tapi sejak Juni 2018 naik 6 kali." terangnya, Rabu (6/2/2019).

Dia menjelaskan maskapai yang digunakan perusahaannya sudah menaikkan tarif SMU sebanyak 6 kali dengan perincian kenaikan pertama pada Juni 2018, dilanjutkan pada Oktober 2018 sebanyak dua kali kenaikan. Selanjutnya, tarif SMU kembali naik pada November 2018 dan Januari 2019.

"Persentase kenaikkan total mencapai lebih dari 300%. Makanya tinggi sekali," imbuhnya.

Dampak kenaikan tersebut lanjutnya, tentu akan menjadi beban para pengguna yang jelas ini memberatkan bagi para pelanggan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hendra Wibawa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper