Bisnis.com, JAKARTA – Badan Restorasi Gambut (BRG) mengalokasikan dana sekitar Rp300 miliar untuk program restorasi gambut seluas 400.000 hektare tahun ini.
Myrna Asnawati Safitri, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG mengatakan, target 400.000 hektare lahan gambut yang akan direstorasi pada 2018 sama dengan target yang dicanangkan BRG pada tahun lalu.
“Target [restorasi lahan gambut pada] 2019 sekitar 400.000 hektare, [sama seperti] tahun 2018 [di mana] targetnya juga seluas 400.000 hektare,” ujar Myrna kepada Bisnis, Jumat (18/1).
Myrna mengatakan sejak berdiri pada 2016, BRG telah berhasil merestorasi lahan gambut seluas 680.000 hektare dan telah dilakukan kegiatan pembasahan lahan dengan dampak pada 478.495 hektare.
“Kegiatan [restorasi lahan gambut pada] tahun 2018 dilakukan di tujuh provinsi yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua,” ujarnya.
Dia menambahkan, ada 30 kabupaten/kota yang menjadi sasaran kerja BRG sepanjang tahun lalu, di antaranya Kabupaten Kapuas, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Siak, serta Kabupaten Musi Banyuasin.
Myrna menuturkan pada 2019 BRG akan fokus melanjutkan program-program yang sudah berjalan sepanjang tahun lalu, yakni pembangunan sekat kanal, sumur bor, penimbunan kanal, pemberdayaan sosial ekonomi, riset serta pemantauan, inventarisasi gambut, dan pemetaan perencanaan restorasi gambut di wilayah kerja yang menjadi kewenangan BRG.
Guna menyukseskan kinerja restorasi lahan gambut tahun ini, BRG juga mengembangkan inovasi teknologi informasi terbaru dalam wujud Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (Sipalaga).
Haris Gunawan, Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut, mengatakan Sipalaga merupakan platform pemantau data real-time.
Datanya didapatkan dari alat pemantau Tinggi Muka Air (TMA) yang dapat mengukur kelembaban tanah gambut, tingkat curah hujan, suhu dan kelembapan udara serta arah dan kecepatan angin.
“Dengan adanya Sipalaga diharapkan informasi mengenai TMA dapat diakses setiap saat secara real-time dan membantu upaya untuk mengembalikan fungsi hidrologi dan ekologi gambut ke kondisi semula atau terbaik,” ungkapnya kepada Bisnis, Jumat (17/1).
Haris menambahkan cara kerja Sipalaga berbasis telemetri, guna mengatur proses perekaman data TMA sampai pada proses penyajian data di website. Alat pemantau TMA akan merekam parameter tinggi muka air, kelembaban tanah dan curah hujan per 10 menit dan akan mengirimkan datanya setiap hari.