Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peningkatan Pengawasan Tata Niaga Gula Rafinasi Diperlukan

Merembesnya gula rafinasi ke pasar konsumsi melalui toko daring, menjadi penanda bahwa pengawasan terhadap tata niaga komoditas tersebut masih belum maksimal.
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Alat khusus pengangkat mengatur tumpukan karung berisi gula rafinasi di salah satu pabrik di Makassar, Sulsel, beberapa waktu lalu./Bisnis-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA—Merembesnya gula rafinasi ke pasar konsumsi melalui toko daring, menjadi penanda bahwa pengawasan terhadap tata niaga komoditas tersebut masih belum maksimal.

Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, penemuan kasus penjualan gula rafinasi untuk konsumsi masyarakat merupakan indikasi bahwa upaya merembeskan gula rafinasi ke pasar terus berkembang. Menurutnya, hal itu menandakan bahwa kebijakan impor gula mentah untuk gula kristal rafinasi yang dilakukan pemerintah selama ini melebihi kebutuhan industri.

“Fakta ini menjadi bukti, sebenarnya banyak sekali gula rafinasi yang merembes ke pasar karena kuota impor yang diberikan selama ini terlalu besar. Kami selama ini sudah banyak menemukan rembesan GKR di pasar tradisional, sekarang ada dari toko online, berarti ada yang salah di pengawasan tata niaga gula ini,” jelasnya, Kamis, (17/1).

Untuk itu dia meminta pemerintah mengkaji ulang alokasi impor GM untuk GKR yang selama ini diterbitkan pemerintah. Pasalnya, dia menghitung, kebutuhan impor GM untuk GKR setiap tahunnya tidak lebih dari 2 juta ton.

Adapun, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PTKN) Kementerian Perdagangan Veri Anggriono mengatakan, sepanjang 2018, dia menemukan kasus penjualan gula rafinasi melalui toko daring. Menurutnya, komoditas tersebut dijual dalam beragam bentuk, mulai dari karung berukuran 50 kilogram (kg) hingga kemasan 1 kg.  

“Jumlahnya tidak banyak, saya lupa berapa volumenya. Namun jumlahnya memang sedikit. Berdasarkan temuan kami, pelanggaran ini dilakukan oleh industri yang menyerap gula dari pabrik pengolahan gula rafinasi dengan cara menyalahgunakan izin pembelian,” katanya.

Veri mengatakan, penyalahgunaan izin pembelian itu dilakukan dengan memanipulasi jumlah kebutuhan dari sektor industri. Dia melanjutkan, gula rafinasi yang dijual secara daring tersebut dikemas dengan beragam merek. Menurutnya, ketika ditindak, para penjual tersebut mayoritas berdomisili di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Untuk itu, dia menjanjikan akan meningkatkan pengawasan dan penindakan di sektor daring. Selain itu dia mengklaim telah meminta para produsen gula rafinasi untuk memperketat pengawasan terhadap dokumen pembelian yang diajukan oleh industri pengguna.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Rachmat Hariotomo mengaku cukup sulit untuk memeriksa validitas data pembeli gula rafinasi. Pasalnya, para perusahaan pengolah GM menjadi GKR tidak memiliki sistem ataupun sumber daya untuk melakukan validasi dokumen pembelian.

“Selama ini kami melepas gula ke industri dengan syarata harus bisa menunjukkan dokumen kebutuhan dan kapasita produksi mereka. Selama ada dokumen dan nota bukti pembelian, kami lepas gula tersebut ke pembeli. Selepas itu, terkait dengan penggunaannya, sudah bukan tanggung jawab kami,” jelasnya 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper