Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Jamu Tumbuh 10% pada 2018, Ini Rekomendasi dari GP Jamu

Industri jamu dan obat tradisional pada tahun ini diperkirakan tumbuh 10% dengan omzet mencapai Rp17 triliun.
Charles Saerang dalam acara Fokus Grup Diskusi di Universitas Trisakti/Istimewa
Charles Saerang dalam acara Fokus Grup Diskusi di Universitas Trisakti/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Industri jamu dan obat tradisional pada tahun ini diperkirakan tumbuh 10% dengan omzet mencapai Rp17 triliun.

"Industri jamu dan obat tradisional secara nasional rata-rata meningkat 5% per tahun. Pada 2017 menghasilkan omzet sekitar Rp15 triliun," ujar Charles Saerang, Ketua Dewan Pembina GP Jamu, Senin (20/8).

Secara keseluruhan, sambungnya, industri obat nasional mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 15 juta orang. Sekitar 3 juta orang terserap di industri jamu yang berfungsi sebagai obat. Adapun, sekitar 12 juta orang terserap di industri jamu makanan, minuman, kosmetik, spa, dan aromaterapi.

Menurut Charles, di Indonesia pelaku usaha jamu jumlahnya ribuan. Ada yang bergerak di bidang produksi dan penyalur, termasuk distributor, grosir, toko atau warung, dan jamu gendong.

Di bidang produksi tercatat sekitar 1.247 industri jamu. Sebanyak 129 termasuk kategori IOT atau industri obat tradisional) dan selebihnya masuk golongan UKOT (usaha kecil obat tradisional), dan UMOT (usaha mikro obat tradisional).

Hanya saja, seperti yang dipaparkan Chales pada acara fokus grup diskusi (FGD) bertema Peran Industri dalam Pengembangan Herbal Bekerja Sama dengan Institusi Pendidikan di Pusat Kajian Kearifan Lokal, Universitas Trisakti, Rabu (15/8/2018), industri jamu dan obat tradisional menghadapi tiga masalah pelik.

"Permasalahan produk jamu, yakni pengurusan izin industri, persyaratan CPOTB atau cara pembuatan obat tradisional yang baik yang dinilai memberatkan, serta masalah klaim indikasi yang diizinkan," ungkap Charles.

Dia menjelaskan bahwa persyaratan CPOTB yang dinilai terlalu memberatkan, seperti perizinan lebih cenderung mengarah ke CPOTB yang standarnya lebih mengikuti good manufacturing pratices (GMP).

Bagi industri kecil, imbunya, hal itu sangat keberatan karena biaya untuk CPOTB sangat besar.

Misalnya, mereka memerlukan dana Rp500 juta untuk ukuran lokasi produksi seluas 200 m2.

"Selain itu, usaha kecil obat tradisonal membutuhkan Rp1,2 miliar untuk luas 400 m2 untuk lima bentuk sediaan, yakni kapsul, cairan obat dalam Cod), cairan obat luar (Col), serbuk, dan cream sudah termasuk lab dan gedung."

Oleh karena itu, Charles mengusulkan perlu ditempuh sejumlah langkah untuk percepatan pengembangan industri obat tradisional.

Pertama, pembinaan dan harmonisasi terhadap pemberian izin industri yang meliputi izin lokasi dan SPPL, terlebih untuk kategori UMKM.

Kedua, membangun pemahaman tentang pentingnya penerapan CPOTB dan pelatihan CPOTB bagi pelaku usaha dan karyawan terkait dengan kebijakan mutu.

Ketiga, kepastian persyaratan CPOTB untuk usaha kecil obat tradisional (UKOT)dengan kategori UMKM.

Keempat, pemenuhan bahan baku yang standar.

Kelima, pengadaan sarana untuk pengujian mutu (peralatan laboratorium).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper