Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan tengah mengkaji skema pemberian izin impor gula mentah untuk dijadikan gula kristal rafinasi dari sistem semesteran menjadi kuartalan atau per tiga bulan sekali.
Rencana itu dibuat setelah memperhitungkan gejala rendahnya serapan gula kristal rafinasi (GKR) oleh industri makanan dan minuman (mamin) sepanjang paruh pertama 2018.
Padahal, dari izin impor gula mentah (GM) untuk GKR yang diberikan Kemendag sebanyak 1,8 juta ton pada semester I/2018¸ realisasinya sudah mencapai 1,3 juta ton.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan menjelaskan, otoritas perdagangan sedang menganalisis penyebab rendahnya penyerapan GKR oleh industri mamin tersebut.
“Kami tidak tahu, apakah mereka [industri mamin] menyampaikan prediksi [kebutuhan GKR] terlalu berlebihan. Iya, bisa saja kelebihan, tetapi hal tersebut [dibahas di] Kementerian Perindustrian. Kemenperin harus melihat kebutuhan industri itu sebetulnya berapa,” ujarnya kepada Bisnis.com akhir pekan lalu.
Oke mengatakan setelah izin impor GM untuk GKR pada semester I/2018 berakhir, otoritas perdagangan belum berencana menambah penerbitan izin untuk semester berikutnya. (Bisnis Indonesia, edisi 8/6/2018)
“[Rencana penerbitan izin impor GM untuk GKR dari semesteran menjadi kuartalan dilakukan] Sehingga bisa dimonitor dan lebih akurat,” tegasnya. Namun, Kemendag akan mengomunikasikan terlebih dulu perubahan rencana tersebut dengan Kemenperin.
Terpisah, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin Enny Ratnaningtyas membenarkan bahwa serapan GKR oleh industri mamin cenderung lesu pada semester I/2018.
“[Serapan GKR oleh industri] Mamin agak menurun sampai Lebaran. Memang tidak begitu kuat, biasa saja,” ungkapnya.
Terkait dengan rencana perubahan skema penerbitan izin impor GM untuk GKR yang sedang dibahas Kemendag, Enny menyatakan Kemenperin akan berunding terlebih dulu. Namun, dia sepakat bahwa aturan perizinan impor GM untuk GKR memang perlu dievaluasi.